Complicated Season 2

 ( Part 4 )

 

Pukul 18.30


“Nesa kemana, Love?” tanya Aji yang sedang duduk di sofa ruang tamu.


“Masih di kamar….” sahut Isti sambil merapikan meja makan.


Aji berjalan ke kamar Nesa.


Dia mengetuk pintu kamar putrinya, tidak ada jawaban. Aji beberapa kali meneriakkan nama anaknya, tetap tidak ada jawaban.


“Love! Coba panggil Nesa……” pinta Aji.


Isti menghampiri suaminya di depan pintu anaknya, dia melakukan hal yang sama, mengetuk dan meneriakkan nama Nesa, dan hasilnya sama.


Kesabaran Isti telah habis, dia membuka kenop pintu, ternyata tak terkunci.


Mereka perlahan memasuki kamar Nesa yang rapi dan kosong. Aji memeriksa bagian kamar mandi, namun dia tak menemukan anaknya.


“Mas…..” panggil Isti dengan lemas.


Aji mendekati Isti yang duduk di ranjang Nesa.

Isti menyerahkan sebuah kertas.


‘Ibu….Ayah….

Nesa minta maaf karena meninggalkan rumah. Ibu dan ayah pasti kecewa.


Rasanya Nesa tau rencana makan malam ini.

Ayah sudah janji kan untuk mempercayakan Nesa mencari calon suami sendiri?


Nesa pengen teman hidup Nesa tidak dipengaruhi oleh hal apapun.


Tolong percayakan keputusan ini pada Nesa…


Nesa selalu menjadi anak ayah dan ibu, tapi Nesa bukan gadis kecil lagi.


Nesa sayang ibu dan ayah.


Nb: Nesa masih dikota yang sama, dan akan pulang.’


Aji menggelengkan kepalanya.


“Ini gara-gara kamu mas!” Ucap Isti dengan melirik suaminya, wajahnya tidak bersahabat dengan mata berkaca-kaca.


“Aku nggak bisa menolak, saat pak Daniel mau bertamu kesini. Mau ngomong apa?! Lagian kenapa Nesa nggak ngomong sich? Kan bisa bicara baik-baik, bukan main kabur….ini pasti ajaranmu!”6


“Lho….kok jadi aku?! Aku nggak pernah ngajari kayak gitu …” Isti menyangkal.


“Apanya?! Dulu abis kuliah,kamu menghindari aku kan? Kamu melarikan diri ke Banjarmasin dengan alasan diterima kerja disitu. Padahal di Surabaya juga banyak lowongan kerja. Terus…..kamu kalo ngidam, ngambek, mesti lari ke Bunda. Bukannya diselesaikan, malah kabur….” Ocehan Aji mengingatkan Isti.


Tak mau kalah, dengan geram Isti membalas ucapan suaminya.


“Mas sendiri nggak ngaca sama diri sendiri?! Dulu….. waktu kita belum ketemu lagi, mas mau di jodohkan sama Bunda kan? Terus apa?! Mas minggat dari rumah ….. Tidur di kantor! Nggak mau pulang! Terus beli rumah sendiri! Sejak saat itu mas nggak pulang ke rumah, takut dijodohkan! Jadi disini Nesa niru sapa?!” Isti tak mau kalah.


Sejenak Aji teringat perbuatannya, dia menyadari, tingkah laku anaknya tak jauh beda dengan dirinya.


Aji tersenyum, lalu mengusap punggung istrinya. Isti merebahkan kepalanya di lengan Aji.


“Ternyata dia meniru kita. Itu bentuk protesnya……” kata Aji lirih.


“Mas….kamu jangan tenang-tenang aja! Nesa gimana?” Isti sebagai ibu sangat menguatirkan putri semata wayangnya.


“Aku yakin dia baik-baik saja.” Ucap Aji menutupi kekuatirannya.


“Aku telpon Valdi dan Vasco, biar dia cari adiknya.” tambah Aji lagi mencoba menenangkan istrinya.


“Sekarang!”


“Iya Love…. sekarang….”


Mereka pun keluar dari kamar Nesa.


Aji menghubungi kedua putranya.


Dan 15 menit kemudian, Valdi memberikan laporan.

Dia menyampaikan, bahwa dia sudah berbicara dengan Nesa, dan saat ini Nesa ingin sendiri.


Valdi juga mengatakan, bahwa Nesa berpesan kalo ayah dan ibu nggak boleh ke kos Nesa, biar Nesa yang pulang, dan jangan kuatir tentang keadaannya.


“Ya udah! Kalo terjadi apa-apa sama adikmu. Kamu dan Vasco yang tanggungjawab. Ayah mau tiap pagi, siang dan malam kasih kabar tentang Nesa. Rekam pembicaraannya, kirim ke Ayah!” Aji memerintahkan putranya.


Tanpa sepengetahuan ayahnya, Vasco dan Valdi menemui adik semata wayangnya.

Nesa bercerita tentang perjodohannya, dan kakaknya juga memaklumi keinginan adiknya.


***


Hari Minggu, usai mengurusi salon, Nesa dan Nila sepakat ke tempat kuliner.


“Nil….menurutmu aku cantik nggak?” Tanya Nesa dengan menatap sendu.


“Ya cantik lah! Kalo kita jalan, lalu papasan ama cowok, pasti mereka ngeliatin kita! Ya……walopun cuma beberapa detik.” ujar Nila, sobat Jomblo yang sama-sama cantik, membangun rasa percaya diri sahabatnya.


“Tubuh?”


“Propoposional. Tapi…. tau sendiri kan?! Aku nggak terlalu tinggi seperti kamu. Dan dadamu tidak terlalu menarik perhatian.” Nila menyebutkan masing-masing kekurangan fisik antara Nila dan Nesa.


“Kita nggak up to date ya?” Tanya Nesa dengan nada putus asa dan malas, tangannya mengaduk-aduk mangkok yang berisi es teler.


“Maksudnya?”


“Style…. Fashion….”


“Ck! Sapa bilang?! Walaupun kita nggak pernah pake produk luar negeri…..kita cuma sering beli di online shop dengan voucher gratis ongkir…. kita tetap eye cathing kok!” Nila menanggapi dengan serius.


“Atau kita bau badan?” Tanya Nesa lagi. Nila mengikik mendengar pertanyaan Nesa.


“Nes, sejak baligh, kita di cekok i berbagai macam jamu, ingat kan?”


Nesa tertawa kecil dan mengingat bagaimana ibunya mengenalkan jamu. Belum lagi tante-tante dan eyang bundanya, setiap topik pembicaraan selalu menyerempet masalah jamu.


“Tapi lama-lama kita familiar ya Nil?”


“Sekarang ketagihan jamu…” Lanjut Nila dan disambut kekehan renyah sahabatnya.


Nesa melihat sepasang kekasih tak jauh dari mereka duduk.


“Nil, secara fisik nih ya….kalo dibandingin ama cewek yang pake baju pink, dekat kaca….aku sama dia, lebih menarik sapa?” Tanya Nesa dan mengangkat dagunya seolah menunjuk.


Nila pun menoleh sekilas ke arah yang dimaksud Nesa.


“Ya jelas kamu lah….” Jawab Nila tegas.


“Tapi kenapa aku belum punya pacar?! Dia udah…..Kita kena kutukan apa ya?” sahut Nesa dengan memelas.


“Nggak usah dipikirin kali Nes, kan kita cewek….menang milih….kita pilih yang ganteng, tajir, nggak pelit, setia,_”


“Ya Allah….mana yang mau dipilih? Kandidat atau calon aja nggak ada! Aku dimintai cowok no WA aja uda seneng lho Nil….” Potong Nesa.


Nila mengikik lagi.


“Bener juga ….”


“Wedding Organizer kenapa sich kok nggak sekalian sediakan calon pengantin mempelai? Supaya nggak bingung kalo pengen nikah….”


“Ngebet banget pengen nikah….Pasti keseringan liat bokep ya?!” Nila menodongkan pertanyaan.


Mata Nesa melotot ke arah Nila.


“Sori ya….aku kenal bokep juga taunya dari kamu. Aku kalo liat bokep pasti ajakan kamu ….”


“Terus kenapa kok jadi ngomongin nikah….”


Akhirnya Nesa menceritakan tentang rencana perjodohan dan pelariannya.


“Gimana kalo Internet Dating?” Nila memberikan saran.


“Nggak mau! Banyak kepalsuan!” Nesa menolak.


“Kawin kontrak?”


“Sapa yang mau dikontrak?! Lagian resikonya ntar malah ribet, beda cerita kalo takdir ku sama seperti orang tuamu.” Nesa mengingatkan awal hubungan orang tua Nila, Bagas dan Agni.


“Hmmmm….jangan samakan. Dan mereka sudah me wanti-wanti, jangan pernah sekalipun punya ide macam itu.”


“Lha kamu tadi kasih ide aku seperti itu….”


“Kan kamu bukan anak nya” sahut Nesa dengan menyengir.


“Kamu kenapa sich kok tenang banget? Kamu nggak pengen nikah?” Tanya Nesa.


Nila menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan.


“Ntar lah! Belum kepikiran….masih pengen menikmati kebersamaan kita ..” Jawab Nila santai.


Mereka melanjutkan perbincangan ringan lainnya.


****


Seperti hari-hari sebelumnya,gadis itu menduduki meja paling depan. Mereka hanya terpisah sekat setengah badan.


“Nes!” Teriak Vita.


“Iya mbak!” Sahut Nesa ikut berteriak, matanya masih fokus dengan kertas yang ada di mejanya.


Vita menghampiri Nesa.


“Ada email tuh! Besok training refreshment admin. Perwakilan 2 orang dari setiap KPM. OM harus ikut!” Ungkap Vita.


“Mbak Vita aja yang datang….kan mbak yang biasa ikut training…” Nesa menanggapi dengan tetap menulis.


“Office Manager nya baru resign, terus aku sama sapa?” Ujar Vita yang sekarang sudah berdiri di samping meja Nesa.


“Ajak sapa gitu mbak…. ”

“Sama kamu aja! Kamu kan sekretaris pemilik KPM….ya? ya? ya?” Vita merayu.


Nesa menarik nafas dan menghembuskan perlahan sambil melihat Vita.


“Iya dech….” Jawab Nesa dengan senyuman malas.


“Ok! besok…. 08.30…..langsung Lantai 30 ya…..”


Nesa mengangguk.


****


Selasa, pukul 08.50.


“Jadi ini uda semuanya ya?” Tanya seorang pria sambil melihat selembar kertas.


Tidak ada jawaban.


“Artlife 9 mana?” Pria itu bersuara lagi.


“Sa-saya Pak….” Ucap Vita sambil mengangkat tangan kanannya.


“Satu orang aja yang hadir?! Kalian bisa baca email kan?! Minimal 2 orang, jadi kalo yang satu nggak paham, mungkin yang satunya bisa paham. Jadi selama training ini, tolong fokus! Baca materinya yang uda saya bagi di meja! Kalo nggak ngerti tanya…tapi tanya nya yang berbobot ya… Artlife 9 datang berapa orang?” celoteh seorang pria dengan wajah datar dan dingin..


“Ka-kami datang berdua Pak” ujar Vita dengan gugup dan takut.


‘Nes….kamu kemana sich?! ‘ batin Vita yang sekarang menunduk, mencoba menghungi Nesa dengan ponselnya.


“Saya tidak akan memulai jika belum lengkap.” Ucap pria itu lagi dengan suara beratnya.


Dan terjadi dengungan.


‘Untung ganteng….’


‘Ganteng tapi mulutnya ….’


‘Dia siapa sich?’


“Kalo ada yang mau disampaikan, silahkan ke depan! Nggak usah nyinyir! Kalian dibayar bukan untuk menggunjing!”ucap pria yang berdiri dan bersedekap tangan, menatap tajam ke peserta yang mengeluarkan suara tadi.


Sekejap hening, dan hampir semuanya menunduk.


15 menit berlalu.


Terdengar seseorang mengetuk pintu.


“Maaf Pak, saya terlambat……” ucap Nesa sambil melangkahkan kaki masuk ruangan dengan sisa nafas terengah-engah.


“Syukur nyadar! ” jawab pria itu dengan nada sinis.


Pria itu menatap Nesa dari atas hingga bawah. Beberapa bulir keringat terlihat di wajah dan lehernya. Nesa berdiri tak jauh dari meja, semua mata menatapnya. Lalu pria itu memalingkan wajah, memandang meja kerjanya.


“Ban motor gojeknya bocor, Pak…”


“Saya nggak nanya! Nggak usah mencari alasan untuk menutupi kesalahan!” ucap pria itu sedikit melirik ke arah Nesa.


‘Astaghfirullah….’ batin Nesa setelah mendapat kesan pertama yang tak disangkanya.


Nesa melihat selembar kertas yang berisi data para Admin di sekitar meja.


“Saya boleh isi absen?” tanya Nesa lirih dengan sedikit takut.


Tanpa jawaban, pria itu menggeserkan kertas dan pulpen ke tepi meja.


Nesa mendekat dan menuliskan nama, no ponsel, alamat email dan nama KPM.


” ini alamat email kamu? art9v.queen@artlife.co.id? ”


“Iya pak…”


“Boleh saya panggil Queen atau Q? ” tanya pria itu sopan dan Nesa mengangguk kaku, dia merasa aneh, karena terbiasa dipanggil ‘Nesa’.


Nesa melangkahkan kakinya ke arah Vita, tapi hanya sampai 2 langkah, terdengar suara….


“Kamu mau kemana, Queen?” tanya pria itu lagi. Nesa menoleh.


“Duduk Pak….” jawab Nesa dengan wajah tak berdosa.


“Cuci muka dulu sana! Wajahmu lusuh! Walaupun kamu cantik, tapi nggak enak liatnya!”


‘Astaghfirullah….’ lagi-lagi Nesa beristighfar, dia belum pernah dipermalukan didepan banyak orang.


Peserta training yang lain hanya melihat sekilas wajah Nesa dan menunduk lagi.


Mau tak mau Nesa membalikkan badan, keluar ruangan dengan mengeratkan rahang.


“Masya Allah, ini wajah apa kilang minyak?!” Nesa berucap lirih pada dirinya sendiri saat bercermin di toilet.


Dia melihat wajahnya yang benar-benar lusuh dan mengkilap.

Setelah membasuh, dia sedikit menaburkan bedak diwajahnya dan merapikan rambut.


Beberapa menit kemudian Nesa kembali ke ruangan, dan duduk di sebelah Vita.


“Baiklah! Karena uda lengkap, saya mulai.


Saya Alvaro Rendi. Kalian bisa panggil Varo atau Alvaro.14


Mulai sekarang, saya yang akan memantau perkembangan KPM kalian menggantikan pak Koko yang rolling ke KPM lain.


Alamat email saya ….(Alvaro menuliskan di whiteboard)


No Ponsel saya…..(dia menuliskan lagi).


Sampe sini ada pertanyaan?”


Hening, tidak ada jawaban. Alvaro menyapu pandangan ke semua penghuni, dan melanjutkan training.


“Ok, jadi_..Queen?! kamu kenapa?!” tanya Alvaro saat melihat Nesa menggoyangkan pulpennya.


‘Ya Allah, ini hari apa ya? kok rasanya sial banget…..’ ucap Nesa dalam hati.


“Ngadat pulpennya” jawab Nesa dengan wajah melas.


Alvaro berjalan kemejanya.


“Sini! Kamu ke ruangan saya! Ambil pulpen, dan sekalian ambil map merah….” perintah Alvaro sambil memberikan kartu acces yang tertera nomor ruangan.


Nesa menuruti perintah Alvaro.


Saat memasuki ruangan Alvaro, dia melihat ada beberapa map merah.


‘Ini yang dibawa yang mana?’ Nesa bermonolog.


Akhirnya Nesa terpaksa membawa semua map yang berwarna merah didekapannya.


“Ini Pak…” ucap Nesa dengan meletakkan map merah yang dibawanya.


Alvaro terkejut mendapati map yang ada dimejanya.


“Cuma butuh yang ini aja….” ujar Alvaro.


“Maaf Pak, saya nggak tahu.”


“Ya udah! Kamu duduk!” pinta Alvaro lagi.


Pukul 11.58 training telah usai, semua perwakilan admin meninggalkan ruangan.


“Kamu mau kemana Queen?”


“Balik kantor ….uda selesai kan Pak?” Nesa balik bertanya.


“Kamu janjian sama temanmu?” Alvaro tidak menjawab, dan bertanya balik.


“Kenapa Pak?”


“Temanmu ngeliatin kamu….” ucap Alvaro sambil menoleh, dan melihat Vita di ambang pintu. Vita menunduk saat Alvaro melihatnya.


Nesa pun melihat arah pandang Alvaro.


“O…mau makan siang Pak…”


“Kamu nggak bisa makan sendiri?”


“Y-Ya bisa Pak.”


“Kamu suruh temanmu balik duluan. Kamu harus bantu saya kembalikan map ke ruangan…”


Nesa tak menjawab, dia membalikkan badannya dan mendengus kesal, berjalan ke arah Vita.


Dia mengungkapkan perintah Alvaro. Vita hanya mengangguk, lalu meninggalkan Nesa.


Nesa pun kembali ke meja Alvaro.


“Nich! Bawa!” Pinta Alvaro dengan memberikan sebuah map.


“Kok cuma 1? Map yang lain?” Tanya Nesa saat menerima map.


“Ya aku yang bawa lah! Apa jadinya kalo kamu yang bawa semua?! Terus aku nggak bawa apa-apa? Pasti mereka akan bergosip, Varo pria tak tahu diri, Varo menyiksa wanita, dan entah apalagi. Padahal kamu yang salah.” Alvaro berucap sambil membereskan mejanya.


‘lha kok aku yang salah? Bapak yang ngasih perintah yang nggak jelas! lagian kalo cuma bawa 1 map harusnya dibawa aja sekalian napa?’ batin Nesa.


“Seandainya kamu nggak bawa semua ke sini, aku juga nggak bakal repot.” Alvaro masih tetap mengoceh.


‘apa ini hukuman minggat kemarin? kualat sama orang tua? Ntar malam aku pulang dech …minta maaf sama ibu dan ayah’ Nesa menerka-nerka.


Pria itu berjalan keluar ruangan, Nesa mengikuti dari belakang.

Beberapa pasang mata melihat mereka.


“Letakkan map nya di lemari. Atur yang rapi!” perintah Alvaro.


‘Rewel! ‘ Nesa membatin sambil melakukan perintahnya dengan wajah cemberut.


Alvaro membuka laptop nya, dia menyalakan salah satu channel TV dengan acara berita.


‘Lha…aku yang beresin map, dia enak-enakkan live streaming. Maksudnya apa?!’ Nesa mendengus kesal.


“Sudah Pak. Boleh saya keluar?” Nesa minta ijin.


“Kamu lapar?” lagi-lagi Alvaro tidak menjawab malah bertanya balik.


‘Nggak usah ditanya Pak’


“Ini uda jam istirahat Pak.” jawab Nesa sopan.


“Saya tanya, kamu lapar?”


Saat Nesa akan menjawab, ‘kriuk…krutuk…krutuk….’ perut Nesa berbunyi.


‘kok kamu yang jawab sich…dasar perut nggak tahu diri!’ lagi lagi Nesa hanya bisa membatin dan menundukkan kepalanya.


Alvaro tersenyum melihat gadis didepannya yang tertunduk malu.


“Ok, sudah terjawab! Kamu boleh keluar…..terima kasih Queen!”


“Iya Pak…” jawab Nesa lirih, dia tetap menunduk sambil melangkah keluar ruangan.


Alvaro tersenyum, lalu dia melihat selembar kertas yang berisi absen dan no ponsel admin tadi.


‘Baru tahu nomor HP nya aja, aku uda ingin memiliki…bucin amat yak?’ batin Alvaro dengan senyuman.


***


“Ha ha ha ha……” suara tawa para admin menggelegar. Mereka lagi berkumpul di ruang meeting, menghabiskan sisa waktu istirahat.


Nesa menceritakan apa yang terjadi hari ini.


“Kamu kenapa nggak bilang? ngomong jujur kan bisa?! Kali aja ditraktir….” kata Umar.


“Mana berani, Pak?! Diem aja masih nggak selamet, apalagi ngomong minta traktir?! Itu seperti minta didorong ke jurang….Aku bisa mati dengan sukses!”


Yang lain tertawa mendengar candaan Nesa.


“Mbak Nesa…..ada telpon…..” ucap Heru selaku OB kantor berucap sambil melongok di ambang pintu.


“Mas Heru, masih kurang 10 menit ya…..” jawab Nesa setelah melihat jam dinding.


“Katanya pak Alvaro…”


“Astagfirullahallazim…..” Nesa menanggapi.


“Kayaknya dia ngerasa dech kalo di omongin…” lanjut Nesa melas.


“Angkat dulu telponnya…..” sahut Eja.


“Kok aku deg degan ya…..mbak Vit, kamu aja yang angkat, bilangin aku masih ke toilet” Nesa mencoba mencari alasan untuk menghindari Alvaro.


“Emoh …. Ntar aku nggak bisa tidur nyenyak….” Vita tak bersedia membantu Nesa.


“Kok ribut sich? tinggal terima aja kok ruwet…” ucap Fajar.


“Ye…dia belum tau, dia beda, nggak seperti Development yang lain…” ucap Vita dengan mencebikkan bibir ke arah Fajar.


“Bilangin…Nesa baru pingsan waktu dengar nama Bapak”


Yang lain mengikik mendengar kekuatiran Nesa, wajah gadis itu tampak tegang.


“Mas…transfer ke meja mbak Vita aja. Aku angkat disitu….” dengan terpaksa Nesa berdiri lalu menuju meja Vita.


Semuanya mengekori, seolah ingin tahu yang akan dibicarakan Nesa dan Alvaro


Nesa : Pagi pak..


Alvaro : ini pesawat telponnya bisa di speaker? kalo bisa, tolong speaker diaktifkan…saya mau bicara sama yang lain juga


Nesa : bisa…(Nesa memencet tombol Speaker, dan meletakkan gagang telpon)….sudah pak…(para admin berdiri tegang, menyimak yang akan dibicarakan Alvaro)


Alvaro : Queen, kamu uda makan?


Nesa : sudah pak, tapi ini masih jam istirahat. (Nesa seolah mengingatkan bahwa ‘kamu ganggu jam istirahatku’)


Alvaro : emang kenapa kalo jam istirahat?! nggak mau terima telpon?! Kalo ada yang sakit atau yang meninggal gimana? mereka yang sakit dan meninggal nggak tahu waktu…bisa pagi, bisa siang, bisa malam. Kamu dibayar dari pengelolaan uang nasabah, jangan enak-enakan! Yang lain juga dengar?! (wajah Nesa berubah menjadi lesu dan memelas setelah mendapat ocehan panjang lebar).


Para admin : iya Pak..


Alvaro : mulai sekarang, segala bentuk informasi, yang keluar atau masuk, dari satu email aja, dari email Pemilik KPM. Saya nggak mau terima email dari yang lain. Saya hanya terima dari email pemilik KPM. Queen, kamu kan yang handle email KPM?


Nesa : iya Pak, saya yang handle…


Alvaro : Ya uda! Kamu yang kontrol, up date semua progress dokumen setiap 2 hari kerja. Jadi saya tahu persoalan kalian apa aja. Ok, gitu aja! Terima kasih!


Alvaro menutup saluran komunikasi sebelum mendapat balasan.


“Ya Allah…seharian ini jantungku lari marathon terus….bisa mati muda kalo kayak gini … ” ucap Nesa terduduk lesu sambil memegang dadanya.


“Tuh kan! Denger sendiri! Pedes kalo ngomong…..” Vita menambahi.


“Sabar Nes…kita bantu kok, kamu minta data apaaaaaa aja, kita kasih….” ucap Fajar menenangkan kekuatiran Nesa.


“kira-kira gaji ku ditambah nggak ya? kan ini salah satu bagian kerjaan kalian, dan sekarang aku yang handle….” Nesa meyapu pandang ke 4 orang partnernya.


“Terus?! Gaji kamu ditambah…lalu gaji kita di potong?! Protes sono ke Alvaro…” seloroh Eja yang agak melambai.


“Emoh! Seminim mungkin aku interaksi sama Almarhum!” jawab Nesa tegas, dia nggak mau berurusan dengan pria yang bermulut pedas.


“Almarhum..Almarhum…Aku bilangin orangnya lho….” seru Eja sambil mendaratkan pantatnya di kursinya.


“Ye….penjilat….” balas Nesa sambil meninggalkan meja Vita, dia berjalan menuju mejanya.


***************


“Assalamualaikum….!” Nesa berteriak saat memasuki rumah.


“Nesa!” pekik ibunya, dia berjalan terburu-buru menghampiri anaknya yang sudah 2 hari tak bertemu.


Nesa mencium punggung tangan ibunya, Isti membalas menciumi pipi Nesa kiri dan kanan berkali-kali


“Ibu kangen……. Kamu baik-baik aja kan? Kamu makan apa? Terus kos nya bersih atau nggak? Ini kamu balik ke rumah kan? Uda nggak nge kos lagi kan?” Isti memberondong pertanyaan ke putrinya.


Isti menggiring Nesa duduk di sofa, Nesa pun menurut. Gadis itu merebahkan kepalanya di paha ibunya, dengan kasih sayang Isti membelai lembut rambut anaknya.


“Bu, Nesa mau minta maaf…..sama ayah, sama ibu juga”


“Ibu uda maafin, Ibu kuatir…..Ibu kangen…”


“Doa in Nesa ya Bu…moga kerjaan Nesa selalu lancar…”


“Emang kenapa? ada perampingan staff?”


“Nggak Bu, supaya semua masalah cepet selesai, supaya pengajuan nasabah lancar.” Jawab Nesa. Isti dan Nesa sama sama berkecimpung di jasa asuransi.


“Nesa?!” suara berat ayahnya mengganggu aktivitas bermanja Nesa.


“Ayah…” sambut Nesa, gadis itu berdiri dan mencium punggung tangan ayahnya. Nesa memeluk erat tubuh ayahnya, dia mendengarkan detak jantung ayahnya yang selalu membuatnya nyaman.


“Sehat nak?” tanya Aji sambil mengusap lembut punggung anaknya.


“Alhamdulillah…” Nesa menguraikan pelukan, dan menatap wajah ayahnya.


“Nesa minta maaf…..” Nesa berucap lirih.


“Ayah yang salah …..ayah minta maaf….jangan pergi lagi ya!” sahut Aji sambil menyelipkan beberapa helai rambut ke telinga Nesa.


“Nesa nggak pergi kok Yah…Nesa pengen belajar mandiri…..

Bisa manage waktu, bisa manage keuangan, dan bisa manage diri Nesa sendiri.

Selama ini, Nesa belum pernah mengambil keputusan sendiri, kerja di carikan Ibu, buka salon atas saran ayah, Ibu dan kak Vas.


Bukannya Nesa nggak bersyukur dengan kondisi ini….


Nesa suka kerja di Artlife, Nesa suka buka salon…tapi kali ini Nesa pengen belajar memahami hidup sendiri, Nesa pengen mengenal diri Nesa sendiri…jadi Nesa tau apa yang Nesa mau…..termasuk suami Nesa.” Nesa menjelaskan tujuan kepergiannya dari rumah.


Aji mengangguk, dia berusaha memahami maksud putri semata wayangnya.


“Dan Nesa masih pengen ngekos, ntar tiap weekend Nesa pulang kok…..Ayah percaya Nesa kan?” lanjut Nesa mempertegas kemauannya.


“Nanti …kalo kembali ke kos, ayah yang nganter ya?” tanya Aji dengan sabar dan mengusap sayang kepala anaknya.


“Boleh, tapi ayah nggak boleh komentar apapun tentang kos Nesa….”


Lagi-lagi Aji hanya bisa mengangguk.


Isti tersenyum saat Aji tak berkutik mendengar ucapan putrinya.


“Kamu makan malam disini kan Nes?! Mandi dulu ya… ” Isti bersuara.


“Iya Bu, Nesa maem disini…”


Lalu Nesa meninggalkan ibu dan ayahnya.


“Dia sudah pintar Love…..” ucap Aji dengan wajah yang sendu menatap punggung anaknya.


“Dia uda besar, Mas…..Semoga Allah SWT selalu melindungi di setiap langkah anak-anak kita”


“Iya, benar. Untuk sekarang ini, hanya doa yang bisa kita lakukan…..Dan kita harus adaptasi tanpa kehadiran mereka.” Aji merangkul pundak istrinya menuju kamar.


( Bersambung ) 



Popular posts from this blog

Bokong Besar Mamaku Yang Menyejukan Jiwa ( Chapter 12 End )

Lendir Pesantren ( Part 3 )

Tetangga Kontrakan STW