Complicated

  ( Part 19 )



 

2 Jam berlalu.


“Mas..Buruan ke sini!” Ucap Isti berbicara di sambungan ponsel.


“iya sayang, ini masih nyuci mobil” jawab Aji enteng.


“SEKARANG! LANGSUNG KE PERSALINAN” teriak Isti. Dia pun memutuskan sambungan.


“I-Iya” jawab Aji ang masih terkejut mendengar teriakan istrinya.


Aji menghubungi Bunda yang ternyata sudah di Rumah Sakit sejak beberapa saat yang lalu.Bunda juga sedikit menceritakan, saat Isti memasuki rumah air ketubannya keluar, sehingga Papa dan Bunda langsung mengantar ke Rumah Sakit.


Aji pun memanggil Bu Mimin untuk menemani dan membawa seperangkat kebutuhan persalinan.


Dengan tergesa-gesa pria itu menuju ruang persalinan, ada Papa dan Bunda menunggu diluar.


Tatapan Papa seolah ingin membunuh Aji seolah berkata ‘kamu kemana? ga bisa jaga?!’


“seperti biasa Bun, dia ngambek, jusnya aku minum” tanpa ditanya Aji memberi penjelasan kepada Bunda, karena hanya Bunda yang bisa menjinakkan Papanya.


“Buruan masuk!” pinta Bunda.


Aji pun masuk ke ruang persalinan setelah mlewati perawat dan berbagai prosedur.Dia duduk disamping istrinya yang wajahnya sudah meringis, namun tak mengeluarkan suara.Aji mengisi jemari tangan Isti dengan jarinya.


“sakit?” tanya Aji.


Isti hanya bisa menganggukkan kepalanya.


“Maaf ya?”


Isti mengangguk lagi dan menitikkan airmata.


“Jangan nangis, please!” wajah Aji terlihat sendu, matanya juga berkaca-kaca.


“Aku ga bakal ngusilin sering-sering dech” lanjuta Aji, yang hanya dibalas senyum lemah dari Isti.


saat rasa itu tiba, Isti menitikkan airmata lagi dan meremas tangan Aji hingga kukunya terasa menancap melewati kulitnya, rasa perih ditangan Aji tak sebanding saat dia melihat wanitanya mengangis, hal itu lebih menyakitkan.


“Love….operasi ya?” Aji tak kuat melihat istrinya menahan sakit.Isti tak bersuara, hanya lelehan airmata yang keluar.


Isti merasakan rasa sakit lagi, Aji hanya bisa melihat dengan mata yang berkaca-kaca.


Pria itu sangat tahu, Isti menahan sakitnya sendiri, dia tidak pernah mengeluh.


Setelah melalui proses persalinan yang memakan waktu cukup lama, akhirnya Bunda dan Papa mendengar suara tangis bayi dari dalam ruangan.


Mereka meyakini cucunya telah lahir, karena tidak ada wanita lain selain menantunya yang sedang berjuang diruangan itu.Jemari Aji terus menggenggam jari Isti, pria itu mencium menghujani ciuman di wajah istrinya.


Isti tersenyum lemah melihat perbuatan suaminya yang tak kenal malu, padahal disekitarnya ada dokter dan perawat yang sedang melakukan perawatan di vaginanya.


Wajah Isti terlihat malu dan merona, hingga dia melupakan rasa lelah setelah perjuangannya.


“Mas….malu” Isti berkata lirih.


“aku ga malu, biar aja! Ini istriku” Aji menggigit bibir Isti, hingga seorang perawat memisahkan pagutan Aji dan Isti.


“Ini bayinya, silahkan dikenalkan ASI. Bapaknya puasa dulu ya” Perawat itu menyindir Aji lalu meninggalkan ruangan Isti.


“Yang atas puasa, kalo yang bawah ga puasa kan?” tanya Aji dengan wajah menggoda ke Isti.


“Mas..ini baru juga dijahit. Beberapa jam yang lalu ada yang bilang ga bakalan sering ngusilin, tapi ini? ” Isti menatap kesal suaminya.


Aji hanya tersenyum nakal dan mencium kening Isti.


“Melahirkan bisa pakai cara lain? ga usah sakit gitu, operasi?”


“sama aja Mas, resikonya juga sama”


“Terima kasih Love, hidupku terasa sempurna. Terima kasih sudah memberikan kehidupan untuk anakku. Pengen kado apa?”


“Ga usah, aku cuma minta Mas jaga kepercayaanku aja, dan tetap sayangi Vazco.”


“Tentu Love. Aku mungkin menyayangi Vazco lebih dari anakku sendiri!” Aji mencium pundak istrinya.


Tamat


Epilog

“Ehhmmmm” Aji mengeram saat merasakan miliknya berada di rongga mulut Isti.


Kepala Isti naik turun demi memenuhi kepuasan batin suaminya.


“Love, siapkan tisu. Uda mau keluar.” lanjut Aji.


Isti menghentikan kegiatan di intim Aji, lalu menatap suaminya dengan tersipu.


“Ga usah pake tisu, Ucil uda boleh masuk ke Microwife” ucap Isti sambil senyum dengan malu-malu.


Sontak Aji yang terbaring langsung bangkit, dan membalikkan posis, kini pria itu di atas tubuh kecil istrinya, menangkup kedua pipi Isti dengan satu tangannya hingga bibirnya mengerucut.


“Kenapa ga bilang dari tadi?” Mata Aji berbinar dan mengeluarkan senyum nakal, lalu mencium lembut bibir Isti.


Aji sangat menantikan momen ini, sudah lebih dari 2 bulan Isti hanya memberi blowjob kepada suaminya. Pria itu merindukan liang surgawinya, dan melihat istrinya orgasme merupakan kepuasan bagi dirinya.


Dia mulai menyusuri leher istrinya dengan kecupan, membangkitkan gairah lawannya.


Isti pun sudah terasa lembab dibawahnya kala Ucil entah sengaja atau tidak menggesek intimnya diluar celana dalam.


Bibir Aji turun ke dua benda kenyal yang sudah lama tidak dijamahnya. Dia membuka sedikit cup bra istrinya dan memberi tanda kepemilikan.


Pria itu tak berniat membuka membuka pengaman yang menutupi 2 benda kenyal yang sekarang di klaim oleh bayi kecilnya.


Karena bayi kecil itu sangat sensitif, dia akan menangis jika ada yang melihat puting ibunya, dan tangisannya akan menghebohkan seisi rumah. Dan Aji tak berniat merusak suasana yang ditunggunya ini.


Kecupan Aji bagaikan hipnotis hingga Isti tak terasa kapan celana dalamnya terlepas dari tubuhnya. Bibir pria itu turun ke pusat tubuh Isti, dengan rakus dia menjilati lendir yang sudah keluar dari liangnya, sesekali lidahnya menggoda dan menggigit klitoris istrinya, dan membuat empunya menjerit nikmat.


Liang itu terus mengeluarkan lendir tanpa ijin, lidah Aji dengan lincah berusaha memasuki rongganya.


Dia menghentikan kegiatan di intim istrinya, dan menatap Isti yang ada dibawahnya.


“Aku takut” ucap Aji dengan meringis, dia mengingat bagaimana perjuangan istrinya melahirkan buah hatinya.


“Takut apa?” tanya Isti heran


“Jahitannya”


“Uda sembuh Mas”


“Tapi..”


Isti meraih rahang Aji hingga hidung mereka bersentuhan, bibir mereka sangat dekat hingga bisa merasakan nafas lawannya.


“Mas mau berapa ronde malam ini?” tantang Isti, Aji hanya menggelengkan kepala dan membisikkan,”Awas kamu ya! Jangan minta berhenti!”


‘Oh my’ batin Isti yang terlanjur membangunkan Singa kebelet kawin. Wanita itu langsung membayangkan bagaimana nanti liarnya pria yang ada diatasnya.


Bibir Aji kembali menyusuri tiap inci tubuh Isti, kecuali puting. Sejak melahirkan pria itu tak menyentuh tubuh istrinya, karena dia takut tidak bisa mengontrol dan akan menyakiti Isti.


Kecupan Aji menyiksa Isti, tubuhnya menggeliat kala si pria berhasil mengenai titik rangsangnya, dia merindukan Ucil memenuhi lubang nikmatnya. Dan Aji masih betah menggoda istrinya, kadang dengan sengaja Ucil digesekkan sekitar paha, perut dan bibir intim Isti.


“Mas” rengek Isti tepat ditelinga Aji yang masih berpetualang di lehernya.


“iya Love” balas Aji yang tetap dengan kegiatannya.


“Keburu dia bangun” Isti menemukan alasan.


Aji terkesiap, dia juga tidak ingin malam pertamanya terganggu bocah kecil yang sudah menyita barang kecil favoritnya.2


Dalam hitungan detik dia menghujamkan miliknya ke intim Isti yang sedari tadi sudah siap menerima kedatangan Ucil. Aji merengkuh tubuh Isti seakan tak mau lepas sembari dibawahnya dia menggoyangkan pinggulnya.


“Aku merindukan ini Love” bisik Aji.


Sejak perut Isti membuncit, ketika mereka bercinta, Aji tidak mau memeluk tubuh istrinya, dia takut melukai atau menyakiti bayi yang ada diperut Isti. Sedangkan kaki Isti melingkar di pinggang suaminya, seakan tubuh mereka tak boleh berpisah, tangan Isti kadang meremas pantat Aji hingga sang empu mengeram.


Goyangan pinggul Aji yang tadinya perlahan, saat ini dia mempercepat tempo. Isti pun ikut menggoyangkan pinggulnya mengikuti ritme suaminya dan mencari kenikmatannya sendiri.


Dan makin lama mereka mempercepat tempo, saling mengeluarkan desahan sebagai bentuk kenikmatan.


“Mash..” Isti memejamkan matanya, suhu tubuhnya meningkat, dia mempercepat goyangannya, Aji pun mengikuti ritme Isti, hingga wanita itu menggelinjang dan merasakan lega bersamaan lelehan lebih banyak keluar dari lubangnya.


Dan tak lama Aji pun memuntahkan lendirnya didalam Isti, pria itu merebahkan kepala di antara dua benda kenyal. Tangan ISti mengusap lembut kepala Aji.


Tak sampai 5 menit terdengar rengekan dari box bayi di seberang ranjang mereka. Mau tak mau Aji memisahkan diri dari tubuh Isti dan berjalan menuju bayinya, lalu menggendongnya.


Isti menopang kepala dengan sebelah tangannya, dia tersenyum melihat suaminya dalam keadaan telanjang menggendong anaknya dengan sayang.


“Waktunya ASI ya?” Aji menatap lembut mata si bayi.


Bayi itu memberikan wajah tanpa dosa kepada ayahnya yang terganggu akibat rengekannya.


Aji memberikan bayi itu ke Isti, dan tak lama Isti mengeluarkan sumber kehidupan dari cup nya. Dengan lahap mulut kecil itu meraup puting Isti. Aji menarik tubuh wanitanya untuk duduk diantara dua pahanya.


Isti bersandar didada Aji, kulit punggungnya bersentuhan langsung dengan dada Aji. Dia pun merasakan ganjalan dipantatnya dan berniat menggodanya namun sayang si empu sudah memperingatinya


“Jangan coba-coba bangunkan Ucil! Aku belum siap mendengar Valdi menangis malam begini”ucap Aji dan membuat Isti tertawa kecil dan mengurungkan niatnya.


Aji memberikan nama bayi laki-laki itu Valdi Darmawan. Pria itu berusaha adil untuk kedua putranya, termasuk pemberian nama, bayi itu tidak menyandang Laksono dibelakangnya. Dan dia juga menghindari pertanyaan dari Vazco nantinya, kenapa namaku Darmawan, sedangkan adiknya Laksono sama seperti ayah.


“Putra sulungku apa kabar hari ini? masih tetap sama?” tanya Aji sambil menggesekkan hidungnya dileher Isti membuat wanita itu terasa geli.


Tangan Aji melilit perut Isti yang belum kembali seperti semula.


“Iya, dia kalo uda main ditaman lupa waktu, 1001 macam alasan dilontarkan supaya dia bisa tinggal. Yang nungguin, bantuin dorong, adaaaaaa aja.” ucap Isti dengan ketus. Aji terkekeh mendengar ocehan istrinya.


“Tempo hari mau dibelikan ayunan dan jungkat-jungkit kamunya ga mau, kan cukup taman sebelah dibuat lahan main.”


“Supaya Vazco bersosialisasi Mas, dia juga punya adek, dia harus tau caranya berbagi, ga boleh egois. Selama ini dia manja banget, Mas yang sering manjain.Minta mainan langsung dibelikan.”


“Sementara di usia dia kan cara belajarnya lewat mainan, Love.”


“Iya, tapi ga harus langsung beli. Kasih alasan, Besok ya, ayah kerja dulu, kalo dapat uang kita beli.”


“Tapi mainannya ga mahal”


“Mas…bukan masalah harganya, tapi dia harus bisa menahan diri dulu, jangan minta langsung kasih, kebiasaan. Mas ngerti ga sich yang aku maksud?”


“Iya sayang..tau kok”


“Makanya sekarang kalo minta apa-apa mesti ke Mas kan? ga mau minta ke aku lagi. Mas jangan memonopoli Vazco sendiri, dia anakku.”


“Love, sejak ada Valdi, kamu ngerasa ga kalo kamu lebih condong ke Valdi. Aku tahu, kamu ga mau si kecil nangis dan bikin heboh seisi rumah. Aku juga ga mau Vazco merasa terabaikan, dia juga anakku, jadi memang aku berusaha lebih dekat ke Vazco daripada menggendong Valdi. Valdi sudah ada kamu, yang tiap saat membuatku iri waktu dia menikmati dua benda kecil didadamu.” Aji menjelaskan disusul kekehan Isti.


“Bayi tua ku cemburu” Isti menoleh ke Aji, pria itu langsung melumat bibir Isti.


“Tapi Mas jangan manjain Vazco lagi ya” lanjutnya setelah terlepas dari lumatan suaminya.


“Iya Love” Aji kembali mengecup leher Isti.


Valdi yang matanya terpejam melepaskan puting Ibunya, perlahan Isti akan menutup putingnya dengan menaikkan cup branya, tapi sayang…. pria kecil itu masih menggerakkan kepalanya dengan mulutnya terngaga seolah mencari miliknya yang hilang.


“Bayi kecil ini mengejekku?” ucap Aji.


“Kenapa Mas?”


“Dia sengaja mempermainkan aku, Love! Lihat! Dia melepaskan putingmu, dan dengan santainya dia memintanya lagi. Dia pikir bapaknya ga kepengen apa?! Sampai kapan Love aku bisa menikmatinya lagi?” Aji mengeratkan pelukannya, menenggelamkan wajahnya dileher Isti dan membuat Ucil bereaksi, Isti pun merasakan benda itu mengeras, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, ada bayi kecil didekapannya.


Aji melonggarkan pelukannya, dan kini tangannya menuruni perut Isti. Mengusap lembut bibir intim istrinya. Secara reflek Isti melipat kakinya dan melebarkan kedua pahanya, sehingga jari Aji dengan leluasa bermain lincah di sekitar bawah Isti.


Nafas Isti mulai berat, dia menikmati sentuhan dibagian bawah, kecupan dileher juga terus berlangsung. Intimnya sudah basah sejak jari suaminya memainkan klitorisnya.


“Belum masuk Love, tapi kamu sudah basah.” Bisik Aji dan mengigit kecil telinga Isti.


Isti menoleh, pria itu melumat bibir Isti dengan waktu yang sama jari Aji memasuki lubangnya.


“Emmmpphhh” Isti mengeram dalam lumatan suaminya, matanya terpejam menikmati seluruh sentuhan yang diberikan suaminya. Aji sangat menyukai melihat wajah Isti yang sedang menikmatinya.


Jari Aji memporak porandakan bagian bawahnya, menggesek, memasuki lubang, menggoda klitoris, entah apa lagi yang dilakukan hingga menimbulkan suara kecipak. Ucil makin beraksi mendengar suara kecipak itu, makin tegak berdiri.


“Mash…Uchil” ucap Isti di tengah nafas yang makin berat, dia tampak pasrah. Sedangkan bayi yang ada didekapannya seolah tak peduli apa yang dilakukan kedua orang tuanya.


“Nanti, sekarang kamu dulu” Aji memberikan remasan lembut di payudara Isti yang menganggur. Jarinya keluar masuk makin cepat, pinggul Isti pun ikut bergerak berusaha mencari kenikmatan.


Isti mempercepat goyangan pinggulnya, tangannya meremas tangan Aji yang menangkup payudaranya, Pria itu menuruti dengan meremas lebih kencang lagi. Dan tubuh wanita itu mulai lemas ketika sudah mencapai puncak kenikmatannya. Aji merasakan jarinya dibasahi oleh lendir cinta milik Isti, “Liar! Aku akan menjinakkan kamu Love!” bisiknya.


Tak berselang lama, Valdi dikembalikan ke box bayi. Aji kembali ke samping Isti.


“Tumben dia ga rewel, mas kasih doa apa?” tanya Isti.


“Aku bilang mau buatin adek cantik, dan dia mengancam, Ayah boleh menyentuh tiap inci tubuh Ibu, tapi tidak dengan dua putingku”.


Isti terkekeh mendengar ucapan suaminya


“Bagaimana bisa aku kalah dengan bocah sekecil itu? Rasanya dia lebih posesif. Dia benar benar spermaku.” Aji berucap sambil membayangkan anaknya.


Malam itu menjadi malam yang panjang bagi mereka, beberapa kali Isti berteriak kecil ketika Aji memberika rasa nikmat didalam tubuhnya.


Dan seperti sekongkol, Valdi yang biasanya beberapa jam terbangun, namun bayi kecil itu tidur sangat nyenyak hingga esok pagi.


***


Hari ini Aji dan Isti mengadakan acara Tedak Siten, bayi kecil itu sudah berumur 7 bulan. Dan momen ini digunakan untuk kumpul keluarga.


Setelah tamu pulang, para sepupu Aji membantu membereskan dan membersihkan rumah seperti sediakala. Mereka saling membantu jika ada acara seperti ini, walaupun sudah ada EO dan ART, mereka tak segan untuk turun tangan langsung.


Menyapu dan mengepel giliran para lelaki, para wanita hanya membereskan perabot rumah tangga, mencuci dan mengembalikan tempatnya.


Dan sekarang mereka berkumpul diruang tengah, sedangkan anak-anak bermain dihalaman belakang.


“Aih…kenapa mereka penis semua” ucap Aline dengan lantang.1


“Kenapa Lin?” tanya Nares suami Aline.


“Ponakan Penis semua tuh!” tunjuk Aline dibalik kaca, melihat para bocah bermain.


“Buat sendiri Lin” celetuk Arta.


“Gak lah, cukup Dimas aja!” balas Aline. Naresh dan Aline sepakat untuk tidak mempunyai anak kandung, mereka kuatir tidak bisa adil jika mempunyai anak kandung sendiri.


“Gini dech, yang kasih ponakan cewek, aku kasih hadiah” lanjut Aline


“Hadiah apaan dulu?” tanya istri Abimana.


“Aku ga mau kamu hamil lagi sweet” celetuk Abimana ke istrinya.


“cuma nanya Pa, aku juga cukup 2 laki aja, capek mulutku” lanjut sang istri.


“Aku kasih deposito 50juta” tantang Aline.


Isti mengambil tangan Aji dan meletakkan di perutnya.


“Moga yang didalam sini perempuan.” Bisik Isti di telingan Aji.


“Kamu hamil Love? ” tanya Aji dengan mata berbinar7


Wanita itu mengangguk dengan malu-malu.


“Is, kamu hamil lagi? Valdi belum setahun lho!” Angga menyahut.


“Tanyakan ke sodara kak Angga yang rajin menebar benih” balas Isti dengan ketus, Aji mencium puncak kepala istrinya meredam emosi.2


“Alhamdulillah, Bunda mau punya cucu lagi. Oke A….” seruan Bunda untuk seluruh Aji yang berawalan A.


“siapkan jadwal cuti kalian, kita family gathering” lanjut Bunda.


‘maaf Bun, HRD nya keluar negeri’


‘kayaknya ga bisa ikut dech Bun, uda abis cutinya’


‘baru kemarin ajukan cuti Bun, kan ga enak’


1001 macam alasan dilontarkan untuk menghindari acara Family Gathering, mereka masih trauma dengan sikap diam Isti saat kehamilan yang kemarin.


“Aji, mana kartu kreditmu?” tanya Bunda sambil menengadahkan tangannya.


“Untuk apa Bun? Kan tinggal bilang aja kita mau ke Villa tanggal berapa, ntar biar dikosongin.” ucap Aji.


“Yang mau ke Villa sapa? Bunda pengen family gathering di Bali”


“Ikuuutttt” serentak mereka berteriak.


‘ntar surat cutinya aku email dech Bun’


‘biar aja gaji dipotong, asal aku ikut ke Bali’


‘aku tukar shift ama temen aja”


‘Bun, yang capek mana, aku pijitin ya”


Bunda tersenyum melihat tingkah ponakannya.


“Kok yang dirayu Bunda? Kan yang bayarin hotel aku” Sahut Aji mengambil dompet dari saku dan memberikan ke Isti.


“Tapi kan Bunda yang punya ide ya Bun” balas Amira terus memijit betis Bunda.


Isti memberikan kartu ke Bunda, sedangkan Aji hanya meringis membayangkan Bunda yang akan membobol kartu kredit didepan matanya.


“Kamu jangan marah ya” ucap Aji ke arah Isti.


“Marah kenapa?”


“Aku takut kamu marah kalo liat tagihan kartu bulan depan, pasti Bunda ngerampok dengan tega.”


“Mas harus bersyukur dilahirkan dari rahim Bunda, diberi kesempatan hidup. Kata Mama, kalo cowok sayang banget sama ibunya, dia pasti juga sayang sama istrinya. Dan emang bener, aku beruntung memilikinya.” ucap Isti dan mencium lengan atas suaminya. Aji tersenyum dan hatinya terasa nyaman mendengar ucapan istrinya.


Selama masa kehamilan kali ini, wanita itu lebih ceria. Malah sangat manja di hadapan Aji, bahkan Isti tak mengijinkan Aji keluar kota.


Saat Aji keluar kota, Isti tidak bisa tidur, dia merindukan aroma tubuh suaminya. Akhirnya Bunda mencari baju bekas yang telah dipakai Aji digantungan, dan memberikan ke menantunya. Isti memeluk baju itu dalam dekapannya hingga dia tertidur.


Malam ini Isti duduk sendiri didepan TV, Bunda sedang menidurkan Vazco dan Valdi dikamar. Aji keluar kota sejak 2 hari yang lalu, maka Bunda menemani Isti yang kehamilannya sudah lebih dari 9 bulan, Isti menunggu Aji diruang TV, yang menurut jadwal penerbangan sudah tiba pukul 5 sore tadi, tetapi hingga jam 7 malam manusia itu belum tiba. Isti menghubungi ponselnya namun tidak aktif.


Rasa khawatir itu lenyap saat dia mencium aroma khas suaminya, Isti berdiri dan membalikkan tubuhnya, suaminya berjalan menuju ke arahnya. Dia tersenyum dengan mata berkaca-kaca.


Aji memeluk dan mengecup puncak kepala istrinya. “Kenapa nangis?” tanya Aji.


“Mas ditelpon ga bisa, aku kuatir” ucap Isti yang sekarang ada dipangkuan Aji, duduk di sebelah pahanya.


“Tadi aku buru-buru kejar jadwal, ponselnya jatuh. Sampe sekarang belum bisa nyala lagi. Maaf ya uda buat sedih”


Isti hanya bisa mengangguk diceruk leher suaminya.


“Mau bobok?”


“Masih kangen” Isti semakin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Aji.


Namun tiba-tiba perut Isti terasa sakit, dan tanpa terasa air ketuban membasahi celana Aji yang didudukinya.


“Love,kamu ngompol?” saat Aji merasakan cairan hangat dipahanya.


“Ini adeknya mau keluar Mas, itu air ketuban” Isti menjawab dengan meringis.


Seketika Aji meminta Isti untuk duduk di sofa, Aji lari ke kamar anaknya memanggil Bunda, lalu kekamarnya mengganti baju dan celana yang sudah basah.


Mereka pun menuju Rumah Sakit. Karena proses terlalu lama, dan Aji tidak tega melihat istrinya kesakitan, mereka memutuskan operasi cesar.


“Alhamdulillah” ucap Aji dengan sujud syukur setelah mengetahui kondisi anak dan istrinya.


***


3 tahun berlalu.


Seperti biasa mereka berkumpul di Villa.


“MAS AJI! DIA PEREMPUAN!” teriak Isti saat melihat suaminya menggiring bola dan dikejar oleh bocah yang berjenis kelamin perempuan.


Vanesa Laksono Queen, putri tunggal, dan sementara ponakan perempuan tunggal.


Aji menghentikan permainannya dan menggendong bocah yang rambutnya terkuncir. Sesakali Aji mencium pipi montoknya. Vanesa mewarisi sisi terbaik dari Ibu dan Ayahnya. Hidung mancung, garis alis dan rambut tebal dari ayahnya, sedangkan dari Ibu dia mendapatkan pipi tirus, mata bulat dan bentuk bibir yang kecil namun sensual.


“Bun, ingetin Mas Aji donk. Kadang dia lupa kalo punya anak perempuan, masa diajak main bola.” Bunda hanya terkekeh mendengar aduan menantu yang duduk disebelahnya.


“Love, di dunia sepak bola juga ada yang cewek lho.”


“Biarin aja, tapi jangan anakku!” balas Isti dengan ketus.


Vanesa yang dipanggil Nesa menjadi putri kecil diantara keluarga itu, seluruh tantenya sangat memanjakannya. Setiap kali bertemu, para tante akan membawakan sesuatu untuknya. Entah bando, pita, bross, baju feminin, legging, topi apapun yang bersifat girly.


Setelah Nesa memakai barang pemberian mereka, Nesa diminta untuk diam sejenak untuk difoto. Galeri ponsel mereka penuh dengan Nesa. Entah cemberut, menangis, tertawa, seakan mereka tak bosan melihat wajah gadis kecil yang merampas hatinya.


Aline pun menepati janjinya memberi kado 50 juta dalam bentuk deposito, ditambah lagi, dia yang mendekor kamar Nesa dan perabotannya. Tante yang lainnya siap mengisi lemari.


Sering Isti mengomel karena barang Nesa sudah terlalu banyak, namun mereka dengan enteng menjawab ‘punya anak perempuan itu bikin sakit mata, dari ujung rambut sampai ujung kaki adaaaaa aja’. Tak ayal, Aji pun merelakan sebagian ruang kerjanya yang tepat disebelah kamar putrinya menjadi mini walk in closet.


***


“Kamu milikku Love” Ucap Aji yang kepalanya masih direbahkan di dada Isti setelah melakukan percintaan. Isti menyisir rambut Aji dengan jarinya.


“Sejak menikah, aku milikmu utuh Mas”


“Apaan?! Sejak Valdi lahir dan sampai bulan kemarin, dua benda kecil ini milik 2 bocah kecil itu” Aji memainkan sebelah puting Isti.


“Bayi besarku cemburu. Rasanya Valdi dan Nesa lebih dewasa dari Bayi yang ada di atasku. Mereka merelakan miliknya dan ga rewel.” Aji terkekeh mendengar ocehan istrinya.


“Terima kasih Love, hidupku sangat sempurna dengan kehadiranmu di hidupku. Dan kamu telah memberiku 3 malaikat yang hebat. Kamu pengen apa?” Aji mendongak dan mencium ringan bibir Isti.


“Cuma pengen sama Mas aja.” Isti melihat dengan tatapan menggoda.


“Boleh ga aku egosi selama kita di Villa ini? Kan Nesa banyak tantenya, aku mau kamu hanya peduli ke aku, hanya aku Love.”


Isti tersenyum dan menangkup rahang Aji dengan kedua tangannya.


“Iya Mas, kita ketemu lagi saat aku uda ada Vazco ….Disini aku akan memanjakanmu, hanya kamu Aji Laksono.”


“Jadi sekarang boleh lagi ya?”


“Anytime Mas”


Isti melayani Aji lagi,lagi dan lagi. Di luar kamar pun mereka selalu tampak berdua, Isti juga merasa sejak mempunyai Valdi dan Nesa, perhatian untuk suaminya berkurang. Wanita itu juga bersyukur Aji tetap menjadi pria setia yang mendampinginya.


Dan sekarang mumpung banyak keluarga yang bisa menggantikan mereka, Isti memberikan seluruh perhatiannya untuk Aji, sebagai bentuk bakti seorang istri kepada suaminya.


( Tamat ) 


( Lanjutkan Di Season Ke 2 )



Popular posts from this blog

Bokong Besar Mamaku Yang Menyejukan Jiwa ( Chapter 12 End )

Lendir Pesantren ( Part 3 )

Tetangga Kontrakan STW