Roro Inten ( Part 9 )
Roro Inten Part 9
( Bagian Ke 8)
Sosok itu melesat menembus kegelapan malam di tengah hujan deras.
Meluncur dari arah Desa Lohgender menuju perbukitan Alastua yang berjarak cukup jauh kurang lebih 3 jam perjalanan darat.
Sosok itu berlari demikian cepat seolah tidak menjejak bumi laiknya terbang.
Ajaibnya, hanya dalam waktu kurang dari 10 menit berlari sosok itu sudah mencapai sepertiga waktu normal laju kendaraan.
Berarti hanya butuh waktu 20 menit lagi ia sampai di tujuannya, Perbukitan Alastua.
Sungguh mencengangkan.
Empat buah kakinya sesekali melompat jauh dan tinggi menghindari lubang dan pepohonan yang rimbun di depannya.
Hujan yang masih turun dengan cukup deras tak luput membasahi kulitnya yang berbulu hitam dan pekat.
Moncongnya yang panjang tampak mendengus sesekali menampakkan uap dingin yang mengepul dari hidungnya yang berair.
Setelah beberapa lama mendadak ia menghentikan laju larinya di tengah sebuah hamparan tegalan dan persawahan.
Ia terdiam sejenak lalu mengangkat kepalanya ke atas.
Moncongnya mendengus beberapa kali sambil hidungnya kembang kempis. Sepertinya ia mencium sesuatu.
Sebentar ia lalu menoleh ke arah langit sebelah timur. Lagi-lagi seperti ada yang ditunggunya.
Tidak butuh waktu lama akhirnya yang dinantinya telah tiba.
Tidak salah dugaannya.
Sesaat kemudian di atas langit sebelah timur sekonyong-konyong muncul seberkas sinar kemerahan melesat sambil mengeluarkan suara dengungan.
Sinar merah itu melesat cepat menuju ke arahnya !
Begitu melihat tamu yang ditunggunya telah tiba, sosok hitam berkaki empat itupun seketika bersiap menyambut datangnya sang tetamu.
Sepasang bola matanya yang memancarkan sinar kehijauan menatap tajam ke arah bola bersinar kemerahan itu yang semakin deras melesat menuju ke arahnya.
Samar terlihat olehnya di balik bola bersinar kemerahan itu sebuah benda seperti Cundrik.
Cundrik itu tampak membara seakan terpanggang diselubungi api yang menyelimutinya.
Api itulah yang membawa cahaya merah bersamaan dengan kedatangannya.
Sosok itu sontak menyeringai lebar memperlihatkan barisan giginya yang tajam bak gergaji.
Keempat kakinya menjejak tanah dalam posisi siaga seakan hendak menerkam.
Geraham keras lalu terdengar nyaring dari mulutnya yang terbuka lebar.
Ia tahu betul tamu yang mengunjunginya saat ini bukan untuk mengajaknya makan minum dan bercanda melainkan karena tamu yang datang itu menebarkan aura yang sangat lain…….aura maut..!!!
"