Roro Inten ( Part 10 )

 Roro Inten Part 10


( Bagian Ke 3 )


Sore itu terlihat sebuah mobil SUV jenis Toyota Land Cruiser tampak berjalan terseok di tengah jalan becek berlumpur di sebuah hamparan tegalan berbukit-bukit.


Meski sudah dibekali mode gerak 4 roda tak urung membuat mobil off-road itu kepayahan menghadapi medan tersebut.

Beberapa orang tampak berjubel di dalamnya.


"Sontoloyo, kenapa dia meminta kita untuk datang di tempat celaka seperti ini. Seorang Bupati yang kondang dan disegani macam Suryo Adipati harus merangkak seperti anjing buduk mendatangi majikannya. Terlalu..! terdengar sumpah serapah keluar dari salah satu penumpang yang tak lain adalah Bupati Suryo Adipati.


(Untuk apa dia repot-repot datang ke tempat terasing ini...ehmm)


"Yah, sampeyan kudu sabar. Ini khan perintah langsung dari beliau sendiri. Masakah mau kita tolak…"kata yang lainnya seorang perempuan muda.


Setelah hampir setengah jam bergelut dengan lumpur akhirnya mobil itu sampai di sebuah tanah pendataran yang keras dan penuh berimbun pepohonan.


Sebuah rumah sederhana terlihat di kejauhan dibalik rimbun.


Sebentar kemudian mobil mereka berhenti tepat di halaman rumah yang terlihat sepi tak berpenghuni itu.


"Sepertinya tak ada orang. Apakah dia ada di dalam ..? kata perempuan itu lagi sambil celingak-celinguk


Sebentar kemudian Suryo Adipati memberi titah kepada si pengemudi.


"Dalu, kamu turun dan coba ketuk pintu rumah itu…"katanya kepada si supir.


"Siap pak.."kata si supir yang berpakaian safari gelap lalu beranjak membuka pintu mobil.


Klek...

pintupun terbuka lalu sopir bernama Dalu itupun perlahan berjalan menuju rumah yang terlihat angker itu.


Tak urung bulu kuduknya sontak berdiri manakala dirinya semakin dekat ke arah pintu masuk rumah yang terbuat sebagian dari batu bata dan papan reot itu.


Suasana sore yang semakin gelap menuju petang tanpa lampu listrik membuat keadaan tambah mencekam.

Hukk...hukk...

suara burung hantu terdengar samar-samar.


Tok..tok...tok...

suara pintu terketuk takkala Dalu sampai di depan pintu.


"Selamat malam...adakah orang di dalam..? permisi pak…!


Si Dalu sambil lirik kanan kiri menahan rasa tidak nyaman di sekujur tubuhnya.

Ketika hendak mengetuk kembali spontan pintu terbuka dengan sendirinya...Nguiikk...


mendadak…


kaookkk...kaookk!!!!

suara beberapa burung gagak menyeruak dari dalam pintu yang terbuka iiringi suara pekik yang riuh terdengar mengejutkan Dalu yang seketika terjungkal dengan muka pucat pasi.


Sementara para penumpang mobil tak kalah kaget dan spontan dua orang wanita didalamnya memekik.


"Tamu sudah datang dari jauh kenapa tidak langsung masuk …"terdengar suara seseorang dari dalam rumah.


"Dia sudah tahu kedatangan kita. Ayo Noor,..kita turun.."ajak Adipati.

Sebentar kemudian turunlah Suryo Adipati bersama dua orang wanita.


Pertama adalah sosok yang tak asing yaitu Noor Anggraeni dan satunya lagi perempuan muda berpakaian seragam coklat khas PNS.


"Kakang Benowo...kau ada di dalam..? aku sudah datang memenuhi permintaanmu…"kata Adipati setengah berteriak.


Suasana di sekitarnya tak urung membuat pria yang terlihat angkuh dan perkasa ini merasa jerih juga.


"Silakan masuk...tamu2 terhormat…" terdengar suara balasan dari dalam rumah.


Adipati dan Noor saling berpandangan lalu keduanya masuk ke dalam diikuti oleh Dalu dan perempuan satunya.


Suasana di dalam rumah yang gelap seketika terang ketika Dian menyala dari sebuah lampu minyak yang bertengger di dinding.


Sorot mata Adipati menatap lamat ke dalam lalu dilihatnya satu sosok yang duduk bersila dengan tubuh bertelanjang dada hanya kain celana panjang dekil dan ikat kepala di kepalanya.


Rambutnya yang gondrong riap-riapan menjela bahu yang kurus serta sebagian menutupi wajahnya.


"Kakang Benowo... aku Adipati sudah datang. Sebagaimana janjimu...hal penting apa yang ingin kau sampaikan…? tanya Adipati.


Pria yang duduk bersila itu lalu perlahan membuka kedua matanya. Mata yang sayu dan keriput dengan kumis lebat menutupi bibirnya.


Jemari tangannya yang bersedekap memperlihatkan cincin2 akiknya yang mencolok memenuhi seluruh ruas jarinya kecuali jempolnya.


Adipati dan ketiga rekannya seketika terduduk di lantai manakala si pria tersebut melambaikan tangan.


"Ramalan itu akan segera tiba. Benda keramat Cupu Manikmaya Keraton Karang Taruna akan muncul kembali dan petaka akan menimpa dirimu…."kata pria tua aneh bernama Benowo itu.


Air muka sang Adipati sontak berubah. Dirinya yang selama ini terlihat gagah , garang dan disegani berubah 180° menjadi sosok yang lain.


"Apa yang harus kulakukan kakang.."tanya Adipati penuh cemas dan ketakutan.


Ki Benowo sesaat terdiam lalu menyeringai sambil mengangkat tangannya.


"Ini semua buah karma dari leluhurmu...Pangeran Ajibarang yang menelikung dan berkhianat kepada Prabu Kamandanu, raja yang sah dan dicintai rakyat sampai dengan mengorbankan permaisuri Dewi Sekar Mirah...hingga berakibat kutukan turun temurun"


"Sekarang setelah beratus tahun, giliran kau yang terkena imbasnya.


"Seperti ayahmu, kau ditakdirkan akan mati mengenaskan...Suryo Adipati. Dan itu akan terjadi dalam waktu tak lama lagi…."kata si Aki dengan nada seolah mengancam.


Sontak ucapan itu membuat Adipati terkesiap. Mukanya yang sayu dan cekung bagai pucat tak berdarah. Bulir keringat dingin mulai membasahi keningnya.


Noor yang ada disebelahnya menatapnya tajam nyaris tak mempercayai penglihatannya.


Bupati Suryo Adipati, sosok yang terkenal angkuh, penuh percaya diri, dihormati dan disegani lawan maupun kawan bisa merasa panik dan takut seperti ini bak bertingkah layaknya anak kemarin sore.


"Kau dan leluhurmu memang ditakdirkan memegang tampuk kekuasaan Keraton Banyumili namun harus terbayar dengan nyawa…dan itu tidak akan berhenti…"


"...tidak akan berhenti sampai di dirimu saja melainkan nanti akan menimpa juga ke anakmu dan terus sampai ke cucu turunanmu…"


"Akibatnya bisa sama parahnya malah bisa jadi jauh lebih buruk dari kau dan leluhurmu. Camkam itu…"


Kata-kata yang keluar dari bibirnya seiring suara tawa seraknya yang sumbang terdengar bagai palu godam menghantam kepala dan dada Adipati yang perkasa.

Mendadak kepalanya terasa pusing.


"Eddy….."desisnya menyebut nama kecil putra kesayangannya alias Freddy Umbara.


Tak ayal dadanya berdegup kencang. Peluh dingin sontak membasahi dahinya yang berkerut serta kedua telapak tangannya.


Sesaat mereka terdiam. Lalu kemudian berkata lagi si lelaki tua memecah kebisuan.


"Hanya ada satu jalan keluar untuk mengatasi kutukan itu. Berhasil atau tidaknya itupun tergantung keberuntunganmu…"lanjutnya lagi.


Adipati mengerenyitkan dahi lalu menatap tajam ke arah Ki Benowo.


"Apa yang harus kulakukan kakang Benowo...cepaat katakan…! kata Adipati tak sabar sambil setengah berlutut memohon.


Dalu sang asisten pribadi yang telah ikut Sang Bupati sekian lamapun seolah tak mempercayai matanya.


Junjungannya yang sedemikian berwibawa dan ditakuti di luar sana seolah berubah bak kucing pasar pecundang yang kalah berebut makan.


Sementara perempuan muda berseragam PNS di sebelahnya yang tak tahu menahu hanya terdiam dan hanya menoleh sesaat.


Entah apakah yang dipikirkannya sama dengannya atau tidak.


"Syaratnya berat...

"Kau harus mendapatkan permaisuri Prabu Kamandanu, alias Dewi Sekar Mirah dan mengawininya…"


berkata Ki Benowo sambil kembali menyilangkan tangan di dada yang telanjang.


"Aaa...appaa..!!!

teriak kaget sang bupati.


Raut kekagetan juga tampak jelas di wajah Noor Anggraeni.


"Ii..iituu... mustahil kakang benowo. Dia sudah mati ratusan tahun lalu bagai…!"

katanya lagi setengah tak percaya atas apa yang didengarnya barusan sebelum cepat-cepat dipotong oleh Ki Benowo.


"******..!!...


"Aku belum selesai bicara.

"Mengawini sosok sejatinya memang tidak mungkin karena dia telah lama mati. Tapi percayakah kau dengan adanya titisan atau reinkarnasi…?


kata Ki Benowo kemudian dengan mimik sangat serius.


"Reinkarnasi...titisan…??


Kata-kata itu menggelayut sesaat di pikiran semua orang yang hadir termasuk Adipati.

"Engkau percaya tidak ... Dimas Adipati.!

tanyanya lagi dengan suara sedikit keras.


Adipati sesaat terdiam saja tidak menjawab.


"Kakang,...Bagiku Bupati Suryo Adipati hanya melihat itu sebagai sebuah dongeng belaka, rekaan cerita masa silam yang hanya ada dalam film saja. Aku tidak percaya adanya titisan... reinkarnasi atau apapun namanya. itu semua omong kosong. Sekali dia mati ya sudah…"kata Adipati.


"Kalu begitu...aku tidak bisa menolong. Selamat menjalani takdirmu…. Dimas Adipati... pergilah!"

hardik kemudian Ki Benowo sembari membalik badan.


Namun mendadak...


"Kakang Benowo…! kata Adipati sambil tangannya mengamit lengannya.


"Baik...baik..aku menurut apa katamu. Taruhlah aku percaya soal penitisan itu. Lalu apa yang harus kulakukan…? kata Adipati merajuk setengah bersujud kepada Ki Benowo.


"Hahaha...Sang Bupati Suryo Adipati yang sombong dan congkak akhirnya tunduk pada keangkuhannya sendiri"


"Noor..!!!..delok-en.

"Liat tho bupatimu iki..!

"Wedi mati sampai menjilat ludahe dhewe. Jan ora kajen dadi bupati. Ora ono pantes-pantese…hahaha…"


terdengar tawa keras Ki Benowo yang seraknya membahana ke penjuru sudut ruangan.

(Tidak dihargai sebagai bupati.red).


Sementara Suryo Adipati yang setengah menunduk merah padam mukanya menahan emosi yang makin memuncak antara marah, dongkol dan malu bercampur aduk.


Ia yang adalah seorang Bupati Banyumili yang disegani dan dihormati kini bagaikan seorang kacung rendahan yang dipermainkan seolah tak punya martabat sama sekali. Gengsi dan harga dirinya yang sundul langit di mana terpupuk sejak mudanya dipuja-puja dan dihormati bak seorang putra mahkota seketika jatuh ke titik nol bahkan minus membuat giginya gemeretak menahan amarah.


Bahunya bergetar pertanda kegelisahannya kian tak terkendali.


Tawa Ki Benowo semakin menjadi-jadi manakala melihat tingkah pria bernama Suryo Adipati ini.


"Kau keluarlah sebentar…tapi jangan rusak gubuk reotku ini. Memang tidak bisa dibandingkan istanamu di kota. Tapi bagiku...gubuk ini jauh lebih berharga dari seluruh hartamu.

"Metuo saiki...hahahah.." kata Ki Benowo lagi.


"Haaahhhh…!!!

Dengus nafas panas Suryo Adipati menyembul seiring tubuhnya yang segera bangun berdiri lalu bergegas keluar rumah.


"Kangmas Adipati...kau mau kemana ..? tanya Noor kemudian lalu mengikuti Adipati keluar rumah kayu itu.


Diluar ternyata Adipati sudah berada di depan sebuah Pohon Rasamala besar sebesar paha orang dewasa setinggi 30 meter ! Lalu…


"Keparat…!!!!....Bangsaaat...!!!...


Syuuut…!..Brakkk!!!!....Sraaakkk…!!!


Seiring teriakan keras dibarengi sumpah serapahnya kepalan tinjunya meluncur deras lalu menghantam batang pohon rasamala itu hingga hancur berkeping-keping dan patah menjadi dua bagian kemudian ambruk ke tanah mengeluarkan suara berderak keras.

Popular posts from this blog

Bokong Besar Mamaku Yang Menyejukan Jiwa ( Chapter 12 End )

Lendir Pesantren ( Part 3 )

Tetangga Kontrakan STW