Roro Inten ( Part 10 )

 Roro Inten Part 10


( Bagian Ke 1)


Cundrik itu melesat dengan menyebarkan hawa panas di sekitarnya.


Menyebar ke segala penjuru sejauh kurang lebih 5 meter menghangatkan malam yang dingin menggigil.


Sinarnya terang bagaikan kembang api yang menyinari sekeliling lubuk ilalang dan area persawahan yang cukup terpencil itu.

Wuushh….


bola api itu kian mendekat ke arahnya hanya berjarak kurang dari tiga tombak!

Lalu...tap..!


Sosok berkaki empat yang ternyata seekor anjing berwarna hitam gelap itu melompat tinggi ke udara.


Selang hanya sepersekian detik saja Cundrik yang membara itu menyambar dedaunan dan rimbun semak tepat di bawah kakinya. Lalu...

Brrr…!


Sontak dedaunan dan rimbun belukar yang basah seketika terbakar !


Cundrik itu ternyata tidak berhenti begitu saja. Seolah dikendalikan oleh sesuatu yang tidak tampak benda itu melesat kembali menuju sasarannya semula yaitu di anjing hitam tadi.


Hewan itu tampak menatap tak berkesip ke arah Cundrik api yang mengarah kembali kepadanya.


Kali ini dengan mengeluarkan geraman keras ia menjejak tanah sedikit menunduk manakala Cundrik melesat semakin cepat dengan ditandai kobar api yang makin membara di sekujur rangkanya.


Tap..!

kembali dia berhasil menghindar dari tusukan ujung Cundrik yang begitu tajam dan panas.


Jleb...


Ujungnya yang runcing menghantam sebuah batu cukup besar seukuran kambing dewas lalu...

blaaar..!!!


suara keras terdengar manakala batu cadas yang nampak keras itu hancur berkeping-keping.


Tak jauh sekitar lima tombak, sosok hewan anjing tadi tampak menapak kokoh di tanah becek berlumpur seraya mendengus.


"Ada yang ingin mencelakaiku rupanya. Cundrik itu tidak mungkin muncul begitu saja tanpa ada yang mengendalikan. Aku harus waspada.


 Meski aku tak tahu persis siapa mereka"

"Sepertinya mereka tidak akan berhenti sebelum berhasil membunuhku.."batin hewan itu.


Matanya memandang tajam ke depan tiba2...hewan itu justru melompat menerjang keras dalam kecepatan kilat ke arah Cundrik itu..!

Apa yang dipikirkannya..?


Buk..! Brak..!


Tubuhnya terlempar jauh ke belakang seiring cundrik api melesat kekepalanya. Berguling-guling beberapa kali sebelum menghantam sebuah saung di tengah tegalan itu.


Terlihat ia tampak terpekur setengah merunduk. Tubuhnya menggigil seolah menahan sesuatu yang berat.


Grrgrgrgr….!


Geraman keras terdengar keras dari mulutnya yang ternyata tengah menggigit benda yang mirip Cundrik itu.


Moncongnya beberapa kali bergoyang-goyang keras bersamaan dengan getaran si Cundrik yang seolah berontak.


Kepalanya makin keras menggoyang lalu ia mengayunkan kepalanya ke samping dengan keras!


Wuut..!


Lalu Cundrik itu terlempar ke kanan menerabas semak2 yang kembali terbakar di tengah hujan lebat itu.


----------


Di kejauhan dua sosok manusia terlihat berjalan pelan di tengah hujan lebat ke arah "pertempuran" tak lazim itu.


"Mas Toyo, kobar api itu makin jelas, aku khawatir terjadi sesuatu di tegalan itu.."

tutur salah satu di antara mereka sambil menggigil menahan dinginnya malam yang berhujan deras.


"...aku juga sepemikiran denganmu Adi Ragil, aku penasaran sekali dengan nyala api itu.


 Siapa tahu itu sejenis meteor atau... malah UFO kayak di film-film. Kita akan ketiban rejeki besar…hehehe.."kata Toyo penuh harap sambil menggosok-gosok kedua tangannya berusaha menahan dingin yang menusuk.


Keduanya terus berjalan pelan hanya berlindungkan selarik pelepah pisang.


Sementara area tegalan di mana dua sosok itu beradu laga sudah berubah menjadi hamparan yang tak terbayangkan.


Semak, tegalan ketela pohong dan pepohonan yang semula rimbun membelukar meranggas terbakar habis dan hanya menyisakan tanah lapang gosong seluas kurang lebih setengah lapangan bola. Abu dan sisa dedaunan terbakar beterbangan ke sana ke mari di tiup angin.


Dua sosok tampak berhadapan satu sama lain dengan jarak 3 tombak.


Pertama sosok hewan anjing berwarna gelap yang berdiri dengan nafas yang memburu.


 Sinar matanya yang mencorong hijau menambah aura seram wajahnya yang menyeringai memperlihatkan giginya yang bertaring tajam.


Urat-urat tampak bertonjolan di kepalanya menandakan kondisinya telah mencapai ketegangan yang memuncak.


Beberapa bagian tubuhnya tampak terdapat luka sayatan dan hitam seperti menghangus mengeluarkan bau sangit.


Sosok kedua yang sama sekali tidak lazim adalah sosok keris Cundrik yang sekujur rangkanya yang terbuat dari logam tempa seakan membara bagai baru keluar dari tungku pembakaran.


Benda itu melayang-layang di udara sembari mengeluarkan suara dengung dan hawa panas yang menyengat. Tetes hujan yang deras mengenainya sekejap mata lenyap menjadi asap saking panasnya.


"Aku sudah tidak punya waktu lagi. Aku harus segera kembali. Pertempuran ini harus segera diakhiri. Terpaksa kugunakan aji Malih Rogo Sejati. Meski akan beresiko mereka akan tahu jati diriku…"

kembali sosok hewan itu membatin.


Hujan sudah mulai mereda. Maka terlihat cukup jelas wujud keduanya yang tengah berhadapan.


Sesaat Cundrik itu bergetar keras lalu seiring suara desingan yang terdengar tajam menusuk gendang telinga benda itu melejit dengan kecepatan yang nyaris tak bisa diikuti pandangan mata ke arah sosok hewan itu.


"Graaaakkkhh….!!

Hewan itu menggeram dahsyat lalu dengan gerakan tak kalah cepat menelan Cundrik itu ke dalam mulutnya itu!

Sudah putus asakah dia…?!


----------


Sementara di sebuah tempat yang jauh di luar kota Banyumili terletak di lereng sebuah tebing bukit. Suara teriakan seorang lelaki terdengar dari dalam sebuah rumah kayu yang hanya disinari sebuah lampu minyak sederhana.


"Aaaahhhkkk….!!!

Bruukkk…!!!

Oooohhh…!!!...awaaass paaakk…!!


Kedua orang itu kontan terjengkang ke belakang manakala sosok pria berbaju hitam dan bersorban yang sebelumnya tengah bersila di depan mereka terpental ke belakang disertai pekik parau dari mulutnya.


Seru kekagetan terlontar juga dari mulut dua orang yang ada di situ.


Sajen, dupa, kendi serta beberapa bilah keris yang semula tergeletak di depan meja ketiganya seketika ambyar berantakan dan pecah berkeping-keping.


Sosok pria bersorban itu terdorong seperti terpental melayang ke belakang jauh sampai punggungnya membentur dinding rumah yang terbuat dari bata yang telah lapuk di makan usia hingga retak.

Suara pekik keluar dari mulut orang tersebut.


Sosok pria berpakaian serba hitam dengan ikat kepala seperti sorban itu tegak berdiri mengambang di atas lantai dengan jarak sejengkal dari atas tanah!


Kedua tangannya menggenggam lehernya sementara mukanya pucat pasi dengan kedua matanya mendelik memerah.


Hanya dengusan lemah yang keluar dr bibirnya yang menganga laiknya orang yang tercekik.


Kedua kakinya menegang kaku dan mengejang pelan.


"Ooorrggg….ooorrgggh….."


Kedua orang tadi yang sempat terjengkang terkapar buru-buru bangun.


Mereka lamat-lamat melihat satu sosok bayangan hitam menyerupai tubuh manusia tepat berdiri di depan pria bersorban hitam yang tengah menggantung di dinding.


Selarik bayangan seolah tangannya terlihat seperti mencengkram lehernya.


Sosok bayangan kian jelas menampakkan diri.

Meski hanya diterangi lampu minyak "sentir", kedua pria yang tengah duduk terpekur dalam kekagetannya melihat sosok yang baru muncul itu sebagai sosok laki-laki!


Tangannya terlihat meraih dan mencengkram leher si pria bersorban itu.


Suara dengusan dan helaan napas terdengar kian jelas bersamaan sosok tersebut terlihat gamblang.


"Kowe rak usah melu-melu. Aku tidak suka ada orang mencampuri urusanku. Arep minggat opo njaluk mati..?!"


kata sosok pria tersebut dengan suara berat dan dalam bak datang dari dasar bumi.


"...kkaakkhh….am..mpouunn...ak..akkuuuu...ming..minggaaat…"


terdengar suara pria bersorban yang tercekik itu samar. Matanya mendelik dan nafasnya putus putus.

Sepertinya ajalnya sudah dekat.


Tak lama kemudian sosok itu menoleh ke arah dua orang yang sedari tadi duduk terjengkang jauh di belakang dengan muka pucat.


Kedua orang itu melihat sosok pria yang tidak terlampau jelas wajahnya itu menyeringai dengan sorot mata bersinar kehijauan.


"Tak balikke barangmu..!!"suara pria itu terdengar keras.

lalu....

(kukembalikan barangmu.red)


WUUUSSHH..!


BRAAAKK…!…!…!


Aaakkh..!


Sebuah benda bersinar merah membara menembus atap rumah kayu itu lalu menancap ke dinding tembok yang diiringi suara atap rubuh dan pekik kesakitan seseorang.


Sosok pria itu lalu berpaling badan setelah sebelumnya melepaskan cengkeramannya ke leher pria berpeci itu. Kemudian...

seet..!


Tubuhnya berkelebat cepat bagai bayangan lalu melesat ke atas atap yang berlubang lalu menghilang.


Sementara air hujan kian membasahi ruangan itu akibat atap yang berlubang besar tadi.


Dua orang itu lalu perlahan-lahan mendekati pria yang terkapar dalam posisi duduk bersandar pada dinding rumah yang temboknya retak menghitam.


"Ki Joko...Ki…?? salah satu dari keduanya yang berjaket preman kemudian mendekati pria bernama Ki Joko yang tergolek lemah.


Dengan sedikit ragu dan takut dia menggoyangkan bahu Ki Joko.


'Ki... Ki Joko …"katanya lalu mendadak...


Brukk...

sosok pria bernama Ki Joko lalu terkulai tergeletak di lantai.


Dalam remang lampu minyak yang samar menerangi wajahnya tampak satu raut muka pria setengah tua yang begitu amat lelah.


Yang mengejutkan bagi si pria berpakaian berpakaian preman sekaligus membuat sekujur bulu tubuhnya meremang takkala melihat di wajah pria tua itu tampak segores codet atau luka sayat memanjang mulai dari dahi melintang hingga ujung dagunya.


Luka codet yang sebelumnya tidak ada!

Luka itu seperti baru saja dan meninggalkan bekas menghitam seperti hangus terbakar di wajahnya serta mengeluarkan bau sangit daging terbakar.

Sungguh mengerikan.


"Aaahh...aalaass...aaa..alaas...tu..aaa.."samar si pria tua bernama Ki Joko itu berkata terbata-bata.

Lalu...

brukk..

tubuhnya terguling entah pingsan entah mati.


"Don,..kemari…"tutur si pria berjaket kepada rekannya di belakang.


"Gimana pak kapten,...kata si pria muda bernama Donny setengah berbisik.


"Lihat…."tutur si pria sebelahnya sambil menunjuk pelan ke arah dinding tepat di belakang punggung Ki Joko.


Sebuah benda seperti keris kecil atau Cundrik berwarna hitam legam mengeluarkan asap tipis menancap hingga separuh badannya di dinding.


Keduanya seperti tercekat dan sontak merinding.


"Sepertinya Ki Joko terluka oleh senjatanya sendiri. Benar apa yang kita pikirkan Don. Yang kita hadapi bukan manusia biasa juga bukan dedemit. Tapi sosok sakti yang entah apa tujuannya melakukan semuanya ini.."katanya lagi.


"Ki Joko hanya mengucap satu kata yang...kurang lebih seperti mengucap...alas tua.."


Pria muda bernama Donny tampak terpekur.

"Alastua... Alastua…'"tuturnya lirih berkali kali.

"Pak kapten...apa mungkin yang di maksudkan…"


Sontak keduanya saling berpandangan.


"Bukit Alastua..! kata mereka berdua hampir berbarengan.

Popular posts from this blog

Bokong Besar Mamaku Yang Menyejukan Jiwa ( Chapter 12 End )

Lendir Pesantren ( Part 3 )

Tetangga Kontrakan STW