Preman Masuk Pesantren

 ( Part 36 ) 


( 36. Gubuk Tempat Memadu Kasih )




"Bu, ada orang...!" aku berusaha mendorong kepala Nyai Nur menjauh dari kontolku, tapi Nyai Nur malah menepiskan tanganku dan terus menghisap kontolku dengan bernafsu.


"Biarkan saja, yang datang Gus Mir." jawab Nyai Nur membuatku terkejut, dia begitu yakin yang datang adalah Kyai Amir atau memang ini salah satu rencananya menjebak Kyai Amir?


"Nyai, ap apakah Kyai Amir....!"


"Kenapa kalian mulai tanpa menunggu kedatanganku?" tanya Kyai Amir yang tiba tiba sudah berada di depan gubuk, dia datang seorang diri.


"Aku sudah tidak sabar melahap kontol terbesar yang akan mengaduk aduk memekku, lihat Gus...!" seru Nyai Nur dengan bangga menunjukkan kontolku yang berada dalam genggaman tangannya. Entah apa yang sedang direncanakan Nyai Nur, sehingga kedatangan Kyai Amir disambutnya dengan hangat.


"Be benarkah itu Nyai, dan kamu sangat menikmati kontol sebesar itu mengaduk aduk memekmu?" tanya Kyai Amir, nafasnya tersengal sengal melihat Nyai Nur yang kembali ayik menjilati batang kontolku hingga kantong peler bahkan anusku tidak luput dari lidahnya yang kasar.


"Nyai, kamu tidak jiji menjilati liang anus. Zaka? Ak akku belum pernah melihatmu melakukannya..!" seru Kyai Amir takjub melihat Nyai Nur begitu rakus menjilati lobang anusku.


"Ohhhh Nyaiiii, nikmat sekaliii...!" aku mengeram, tubuhku mengejang oleh rasa nikmat yang membuatku takjub, apa lagi yang sedang melakukannya adalah ibu kandungku sendiri. Ini gila, kenikmatan ini tidak bisa lagi aku ingkari.


"Shhh, Nyai Jamilah lihat, istriku benar benar kecanduan kontol...!" seru Kyai Amir membuat ku menoleh ke arah Nyai Jamilah ingin melihat ekspresi wajahnya yang cantik, apa dia benar benar menikmati melihatku dicumbu wanita lain di hadapannya?


Fantastis, wajah Nyai Jamilah terlihat bersemu merah, matanya tidak berkedip melihat adegan yang ada di depan matanya. Dan baru sekarang aku menyadarinya, melihat ekspresi wajah Nyai Jamilah yang terlihat sangat bergairah, tadinya aku hanya sekedar menebak dan berspekulasi saja.


"Ya aku melihatnya..!" jawab Nyai Jamilah, nafasnya terdengar berat.


"Gus, kalau kamu hanya ingin melihat Nyai Jamilah ngentot dengan Zaka, tanpa menikahinya pun kamu bisa melihatnya. Bukan begitu, Nyai?" tanya Nyai Nur membuatku jengkel, kenikmatanku terhenti saat Nyai Nur bicara walau tangannya terus mengocok kontolku dengan lembut dan cepat tanpa menimbulkan rasa sakit, karena kontolku sudah basah oleh air liur Nyai Nur.


"Iya Nyai, tanpa menikahiku Gus bisa melihatku ngentot..!" jawab Nyai Jamilah, dia membuka baju lebarnya tanpa rasa ragu, meletakkannya di pojok gubuk, jilbab syar'i nya pun ikut dilepas untuk memudahkan semua aktifitas yang akan dilakukannya.


Aku memandang marah ke arah Kyai Amir yang menatap tubuh Nyai Jamilah yang hanya dilindungi BH dan CD berwarna krem. Tidak, aku tidak rela tubuh istriku jadi santapan mata cabul pria walau itu guruku sendiri.


"Ini satu satunya cara agar Nyai Jamilah lepas dari Gus Mir, Gus Mir tidak akan terangsang melihat tubuh wanita, Sayang. Dia impoten dan hanya bisa orgasme dengan melihat wanita yang disukainya dientot pria lain di depan matanya." bisik Nyai Nur yang mengerti apa yang sedang kurasakan.


Aku menatap wajah Nyai Nur, mencari kesungguhan dari perkataannya yang menurutku tidak masuk akal, mana mungkin ada pria yang bisa orgasme hanya dengan melihat wanita yang diinginkannya orgasme tanpa menyentuhnya. Dan aku melihat mata Nyai Nur bicara jujur.


"Ochhhh..." aku melenguh nikmat, saat Nyai Jamilah menggantikan posisi Nyai Nur memanjakan kontolku dengan lidahnya, mengulumnya lembut dan terlihat sangat berhati hati agar kontolku tidak terluka oleh giginya.


Nyai Nur tidak mau kalah, dia segera membuka seluruh pakaiannya dengan tergesa gesa dan aku menatapnya takjub, ternyata Nyai Nur tidak memakai CD dan BH, sepertinya dia sudah mempersiapkan semuanya atau memang ini sudah direncanakan sebelumnya.


"Nyai..!" seruku takjub, saat Nyai Nur menyodorkan payudaranya yang menggantung indah, payudara yang menjadi hakku dan kini bisa aku miliki dan kunikmati setiap saat bahkan di hadapan pemilik sahnya, Kyai Amir.


Dengan lahap aku meremas dan menghisap puting payudaraku Nyai Nur, mataku terpejam membayangkan tetes demi tetes ASI keluar dari dalamnya, memberiku saripati kehidupan yang sangat kubutuhkan. Aku seperti bayi yang rakus menghisap tanpa peduli dengan keadaan sekelilingku, duniaku hanya terletak pada payudara Nyai Nur yang terus membelai kepalaku dengan penuh kasih sayang.


Tanganku tidak puas dengan hanya bermain di payudaranya, tanganku yang masih bebas meraba memek Nyai Nur yang sudah basah. Aku menyentuh itilnya dan menggelitiknya dengan gemas, ya dari lobang inilah aku keluar setelah sembilan bulan dalam kandungannya dan sekarang aku justru melecehkan lobang suci yang sudah melahirkanku. Bukan, bukan sedang melecehkannya, lebih tepatnya sebagai rasa terimakasih. Aku sedang membalas budi dengan memberinya rasa nikmat.


"Zakaaaa, kamu nakal nemekku diobok obok...!" seru Nyai Nur, tubuhnya semakin membungkuk sehingga payudaranya menutupi wajahku. Harum sekali payudara Nyai Nur, kehangatannya membuatku merasa nyaman. Aku bahagia, setiap aroma yang terpancar dari payudara Nyai Nur, mengisi semua kesadaranku dan jiwaku.


"Ohhhh...!" aku berseru nikmat, saat merasakan kontolku masuk ke lobang sempit yang sudah sangat basah, aku yakin itu adalah lobang memek Nyai Jamilah, rupanya dia sudah sangat terangsang dan langsung menduduki kontolku dengan bernafsu.


Aneh rasanya saat kontolku terbenam di memek Nyai Jamilah, sementara aku sedang menghisap payudara ibu kandungku sendiri dan tanganku asik mengocok memeknya yang semakin basah sehingga cairannya membasahi tanganku. Apa lagi yang bisa aku lakukan saat ini, kecuali pasrah diombang ambingkan rasa nikmat dan bahagia.


"Gila, akkkku belllum pernah aku lihat yang seperti ini, dua wanita cantik melayani satu pria. Jangan kecewakan aku Zaka, kamu harus berhasil menaklukkan dua wanita binal ini!" seru Kyai Amir, suaranya terdengar berat, sayang wajahku tertutup payudara harum Nyai Nur sehingga aku tahu bisa melihat ekspresi wajah Kyai Amir, tapi siapa yang peduli dengan Kyai Amir. Aku Sedang dimanjakan oleh dua bidadari yang sama cantiknya.


"Sekarang kamu melihatnya, Gus. Kamu akan merasakan sensasi lebih dahsyat lebih dari yang biasa kamu lihat..!" seru Nyai Nur menarik payudaranya dari mulutku, membuatku kecewa, aku belum puas menghisap sari pati yang tersimpan di payudara Nyai Nur, dan tidak akan pernah puas menghisapnya.


"Tahukah Nyai obsesi terbesar dalam hidupku?" tanya Kyai Amir yang membuatku muak, untung saja saat ini Nyai Jamilah terus memacu kontolku dengan bersemangat, bibirnya mendesah menikmati kontolku yang menggesek hesek dinding memeknya, sedangkan Nyai Nur tiba tiba berjongkok di wajahku dengan posisi berhadapan dengan Nyai Jamilah sehingga aku bisa melihat bokongnya yang besar dan lubang anusnya yang berkerut semakin memancing birahiku.


"Sayang, jilatin memekku ! Apa obsesi gilamu itu, Gus?" tanya Nyai Nur, pinggulnya semakin turun sehingga memeknya menyentuh mulutku, cairannya menetes membasahi wajahku. Mungkin bagi sebagian orang cairan birahi memek akan terasa menjijikkan, tapi bagiku sangat nikmat dan harum apa lagi ini adalah milik ibu kandungku sendiri.


"Aku ingin melihatmu ngentot dengan anak kandungmu sendiri, itu sebabnya aku menyuruhmu membuang anak pertamamu dengan harapan, obsesiku akan terjadi.," jawab Kyai Amir membuatku murka, aku berusaha mendorong pantat Nyai Nur dari wajahku agar bisa menghantam wajah sok suci Kyai Amir.


"Terus sayang, jilati memekku, nanti akan tiba waktunya buatmu merasakan jepitan memekku yang legit ini...!" seru Nyai Nur, dia semakin menekan pinggulnya, melawan dorongan tanganku. Mungkin ini dia lakukan agar aku tidak terpancing oleh ocehan Kyai Amir yang sudah melampaui batas.


"Zakaaaa, akkkku ngggakkkk tahannnn, Nyaiii akkku kellluar....!" seru Nyai Jamilah histeris saat orgasme menghempaskan semua kesadarannya, tubuhnya mengejang pasrah berjuta kenikmatan membawanya ke puncak surga dunia.


"Nyai, gantian. Memekku sudah tidak tahan ingin merasakan kontol jumbo Zaka..!" seru Nyai Nur, sendakan pinggulnya terus berusaha menahan tanganku yang berusaha mendorong nya, akhirnya aku menyerah. Mungkin cara Nyai Nur agar aku tidak terpancing oleh perkataan Kyai Amir yang gila. Ya, aku harus bisa menahan diri, yang penting saat ini tugasku adalah memuaskan ke dua wanita cantik ini.


"Aku masih lemas Nyai, tunggu sebentar lagi..!" seru Nyai Jamilah, dia tidak rela melepaskan kontolku dari jepitan memeknya yang terus berkedut meremas kontolku.


"Gantian, aku sudah nggak tahannn. Memekku sudah kedut kedut nggak tahan." kata Nyai Nur, dia berusaha membujuk Nyai Jamilah memberinya pinjaman kontolku. Biar bagaimanapun, Nyai Jamilah lebih berhak dengan kontolku dari pada Nyai Nur.


"Iyaaaaa... Ohhhhhh gila nikmat banget...!" seru Nyai Jamilah mengalah, bibirnya mendesis nikmat saat kontolku lepas dari jepitan memeknya. Nyai Jamilah langsung merebahkan tubuhnya di sampingku, diraihnya baju yang tergeletak untuk menutupi tubuhnya dari pandangan liar Kyai Amir.


"Sekarang giliranku, Sayang..!" seru Nyai Nur tidak memberiku kesempatan bangkit, dia mengangkangi kontolku dan mengarahkannya tepat pada lobang memeknya yang sudah siap dientot. Bles, kontolku masuk dengan mudah ke dalam lorong sempit memek ibu kandungku diiringi rasa nikmat dahsyat yang sulit diucapkan dengan kata kata.


"Ochhhh Sayang, nikmat sekali kontolmu, kontol ternikmat yang pernah aku rasakan." Nyai Nur memejamkan mata, menikmati kehadiran kontolku di lobang memeknya yang berkedut meremas kontolku.


"Nyaiiii, ini dosa yang sangat nikmat...!" seruku takjub, memek ibu kandungku kembali menelan kontolku seluruhnya tanpa menyisakan sedikit pun, memeknya berhasil menyesuaikan dengan panjangnya kontolku.


"Bayangkan Gus, kontol yang sedang masuk memekku adalah kontol anak kandungku sendiri, bayangkan dan anggap itu nyata sehingga kamu mendapatkan orgasme maksimal..!" seru Nyai Nur, dia mulai memompa kontolku dengan cepat, tidak perlu lagi membiasakan memeknya dengan ukuran kontolku karena dia sudah terbiasa, semalam kami menghabiskan waktu hingga jam dua, entah berapa ronde kami mengayuh birahi.


"Iya Nyai, dia memang mirip dengan pria yang sudah mengambil perawanmu, aku masih ingat wajahnya dengan jelas dan selalu mengisi mimpi mimpiku, wajah Zaka sangat mirip dengan pria itu." kata Kyai Amir membuatku sadar, kenapa Nyai Nur bisa menemukanku dengan mudah dengan bantuan Kang Jaja, selain nama Zakaria memang pemberian Ibuku tanpa sepengetahuan Kyai Amir, wajahku memang sangat mirip ayahku, kami seperti pinang dibelah dua.


"Iya Gus, Zakaria adalah anak yang kutinggalkan di Bogor, dia kini kembali untuk ngentotin ibu kandungnya sendiri. Akkku ngggak tahannnn, akkkku kelllluar...!" seru Nyai Nur, dia tidak mampu bertahan lama, puncak orgasme sudah menghempaskannya ke langit ke tujuh.


Aku meraih Nyai Nur rebah dalam pelukanku, tanpa memberinya kesempatan aku membalikkan tubuh Nyai Nur ke bale bale bambu tanpa melepaskan kontolku dari memeknya.


"Nyai, giliranku..!" kataku melumat bibir Nyai Nur yang agak terbuka, pinggulku bergerak cepat memompa memeknya sehingga menimbulkan bunyi yang berpadu dengan suara binatang hutan yang riuh melihat kegilaan ibu dan anak.


"Iya sayang, entot ibumu, keluarkan semua pejuhmu ke dalam memek ibu..!" seru Nyai Nur, membalas gerakkan pinggulku dengan liar. Wajahnya yang cantik dan keibuan berubah menjadi binal.


"Nyai, gilaaaa aku tidak tahan lagi. Aku kelllluar Nyai...!" seru Kyai Amir membuatku menoleh ke arahnya dengan perasaan heran, sangat jelas aku tidak melihat Kyai Amir tidak sedang beronani, pakaiannya masih dalam keadaan rapi dan sarungnya tidak kusut seperti orang yang sedang melakukan onani, tapi kenapa dia bisa orgasme tanpa beronani? Aku memandang Nyai Nur, minta penjelasan darinya.


"Kamu heran, anakku?" tanya Nyai Nur, gerakkan pinggulnya tidak mengendur, membuatku ikut bergerak liar memompa memeknya dengan bersemangat berusaha meraih orgasme yang tidak kunjung datang.


"Iya, Nyai." jawabku dan langsung melumat bibirnya dengan bernafsu.


"Itulah kenyataannya, sejak kami menikah Kyai Amir tidak pernah menyentuh tubuhku. Sama sekali belum pernah menyentuh tubuhku." jawab Nyai Nur membuatku heran, bertolak belakang dengan cerita Teh Euis yang mengatakan Kyai Amir akan menyetubuhi Nyai Nur setelah pria lain menyetubuhinya.


"Nyai, jangan dikuasai sendiri, dia suamiku..!" seru Nyai Jamilah berbisik tidak bisa menyembunyikan rasa cemburunya melihat kami terus bergelut dalam lautan birahi. Tubuh kami semakin basah oleh keringat yang membuat tubuh kami berkilau saat terkena sinar matahari yang mengintip dari sela sela daun yang rimbun.


"Iya, aku cuma meminjamnya sebentar.." jawab Nyai Nur pelan agar tidak terdengar oleh Kyai Amir yang masih terkulai setelah dihempas oleh badai orgasme dahsyat yang menurutku sangat aneh, bagaimana bisa dia meraih orgasme tanpa melakukan aktifitas sex.


"Nyai, akkku nggak kuat, mauu kelllluar...!" aku berseru keras, orgasme dahsyat semakin mendekatiku.


"Iyya Sayang, keluarin semuanya di memek ibu...!" seru Nyai Nur, pinggulnya bergerak cepat menyambut hentakan kontolku yang menerobos memeknya.


"Akkku kelllluar,!" seruku nyaring saat bermil mil cairan pejuhku tertumpah ke memek Ibu kandungku sendiri. Kenikmatan yang kurasakan sangatlah dahsyat, melebihi yang kualami selama ini.


"Akkku jugaaaaa kelllluar... Gussss gila ini kontol terenak yang pernah kunikmati..!" seru Nyai Nur, dia memelukku erat sambil menggigit pundakku hingga berdarah.


"Aduhhh Nyai, sakittt..!" aku menjerit kaget, rasa sakit mengurangi rasa nikmat yang sedang kurasakan.


"Ma maaf, sayang..!" seru Nyai Nur, dia segera melepaskan gigitannya dengan perasaan bersalah melihat darah yang menetes dari luka bekas gigitannya.


"Astaghfirullah hal azhiim, apa yang kalian lakukan?" tanya seseorang dengan suara nyaring membuat kami semua menoleh ke arahnya dengan perasaan terkejut, melotot melihat sosok yang berdiri di depan gubuk dengan sebilah golok yang terhunus.


( Bersambung ) 


Popular posts from this blog

Bokong Besar Mamaku Yang Menyejukan Jiwa ( Chapter 12 End )

Lendir Pesantren ( Part 3 )

Tetangga Kontrakan STW