Preman Masuk Pesantren Part 33

 Preman Masuk Pesantren Part 33


( 33. Rahasia Terselubung )




"Kalau anakku masih hidup, aku yakin dia seusia kamu." jawab Nyai Nur membelai pipiku.


Aku menarik nafas lega, Nyai Nur tidak tahu akulah anaknya yang hilang belasan tahun lalu.


"Nyai, jangan berlama lama di sini, kasian Zaka tubuhmu berat." kata Kyai Amir, dia berusaha menyudahi percakapan kami, sebuah rahasia yang harus tetap tertutup rapat.


Aku kembali melangkah, menggendong wanita yang sudah melahirkan dan menimang ku walau hanya sebentar, wanita yang selalu kurindukan kasih sayangnya. Ah, aku akan merebut kembali kasih sayang dan perhatiannya dalam bentuk dan cara yang berbeda, cara yang menyimpang tapi aku tidak peduli lagi. Aku hanya membutuhkan kasih sayang darinya, pelukannya mampu memberiku rasa nyaman yang selama ini nyaris tidak pernah kurasakan, apa itu salah?


Perlahan aku meletakkan Nyai Nur dengan sangat berhati hati ke atas ranjang yang spreinya berwarna pink, aroma mawar yang tercium membuatku bahagia akhirnya aku memiliki Ibu yang memberiku rasa nyaman dan bahagia, bukan hanya caci maki yang membuatku marah dan membencinya.


"Nyai cantik sekali, bibir Nyai indah." kataku memandang wajahnya, berusaha mengingat setiap garis garis di wajahnya yang teramat halus, mencari kemiripan dengan wajahku. Aku gagal, wajahku adalah duplikat ayah, tidak adakah bagian wajahku yang mirip dengan Nyai Nur. Mata, hidung atau mungkin bibir. Aku menginginkannya agar bisa merasa memilikinya.


"Kamu kok jadi aneh, Zak?" tanya Nyai Nur, matanya menatapku lembut, bibir tipisnya tersenyum menambah kecantikannya. Jarinya menyentuh bibirku, menyusuri setiap lekuk bibirku.


Aku menemukannya, garis bibirku mirip dengan bibir Nyai Nur walau terlihat samar. Aku tersenyum bahagia, akhirnya aku bisa menemukan kemiripan itu.


"Zak, mamu kenapa melihatku seperti itu?" Nyai Nur menampar wajahku pelan, diiringi yawa kecil yang mengisi relung hatiku. Aku bahagia, aku ingin memilikinya dan tidak mau kehilangan dia lagi.


"Nggak apa apa, Nyai." aku melumat bibir Nyai Nur dengan lembut selembut yang aku bisa, bibirnya begitu lembut, lunak dan hangat. Nyai Nur membalas lumatanku dengan bernafsu, kami berciuman dengan dua cara yang berbeda namun pada intinya kami kembali larut dalam pesona birahi di dua alasan berbeda.


"Kamu beda sekali, tidak seperti biasanya..?"/seru Nyai Nur, tatapannya lebih lembut dari pada biasanya. Bukan lagi tatapan binal dari wanita yang haus sex, mungkin ini hanya perasaanku saja yang merindukan sosok seorang ibu yang mau memelukku dan memberi rasa nyaman.


"Beda apanya, Nyai?" tanyaku. Semua pikiran dan jiwaku hanya tertuju ke Nyai Nur sehingga aku tidak merasakan kehadiran Kyai, seolah sosoknya hanyalah hantu yang tidak terlihat dan teraba.


"Beda, biasanya kamu kasar dan serba kilat, sekarang kamu begitu lembut dan rasanya aneh." jawab Nyai Nur, hal yang sama juga kurasakan perlakuan Nyai Nur jauh berbeda dibandingkan biasanya.


Tok tok tok tok, "Assalam mu'alaikum...!" kami terkejut mendengar suara salam dari depan, aku dan Nyai Nur saling berpandangan dan menoleh ke Kyai Amir minta penjelasan, kenapa ada yang datang saat kami sedang menikmati kebersamaan. Atau Kyai Amir sengaja mengundang santri lain untuk bersama sama menikmati keindahan tubuh Nyai Nur.m, sungguh biadab istrinya sendiri di obral untuk menuntaskan obsesi gilanya


"Kalian terlalu lama ngobrol, sehingga aku tidak bisa menikmati hidangan utama!" seru Kyai Amir terlihat jengkel. Aku menatapnya heran, apa santri yang datang diluar rencananya atau Kyai Amir sedang bersandiwara untuk menutupi kejahatannya? Bisa saja itu yang sedang dilakukan Kyai Amir, dia bersandiwara agar semuanya terkesan alami tanpa membuatku merasa curiga.


"Aassalam mu'alaikum, Pak Yai. Sudah waktunya kita berangkat." bukankah itu suara Ahmad, mereka mau pergi ke mana malam malam? Sangat mencurigakan.


"Aku harus pergi, ada urusan yang harus kukerjakan dengan Ahmad." kata Kyai Amir, dia menatap kami bergantian.


"Ada perlu apa, Gus? " tanya Nyai Nur, terlihat jelas wajahnya lega.


"Kamu tidak perlu tahu, ini urusan pria." jawab Kyai Amir ketus, menusuk hatiku. Ingin rasanya menampar wajah Kyai Amir karena memperlakukan ibuku seperti itu sama seperti ibu tiriku memperlakukan ayahku dengan kasar. Kenapa ke dua orang tuaku hidup dalam tekanan dan intimidasi pasangannya, mereka seperti boneka yang diperlakukan semaunya.


"Kamu jangan keluar kamar, puaskan Nyi Nur.!" kata Kyai Amir membuatku muak, seharusnya aku mendapatkan hakku dari ibu kandungku tapi pria ini sudah merampas hakku dengan kejam tanpa perikemanusiaan. Orang yang seharusnya sangat paham ilmu agama, tidak lebih monster yang mengerikan tidak kenal belas kasihan. Kehidupan macam apa yang sudah dijalaninya sehingga dia seperti itu. Aku hanya menatap Kyai Amir keluar kamar diikuti Nyai Nur.


Aku harus menyelidiki ke mana Kyai Amir pergi, dan apa yang dilakukannya di luar. Mulai besok, aku tidak boleh lengah, rencana harus disusun matang. Tidak lama Nyai Nur kembali ke kamar, senyumnya terkembang lepas di bibirnya yang sensual.


"Ke mana Kyai Amir pergi, Nyai?" tanyaku penasaran. Aku perlu sedikit informasi untuk menentukan langkah selanjutnya.


"Itu bukan urusan kita, ke mana Kyai Amir pergi. Urusan kita adalah bisa bebas menikmati malam ini tanpa ada gangguan, kita bebas bercumbu sepuasnya. Aku kangen kamu, rasanya sudah setahun kita tidak bertemu." Nyai Nur memelukku, bibirnya melumat bibirku dengan bernafsu. Andai dia tahu aku adalah anaknya, apa dia masih mau memperlakukanku seperti ini? Dia tidak boleh tahu, biarlah semua dosa aku tanggung dan biarlah aku jadi penghuni neraka agar bisa memiliki ibuku seutuhnya.


"Nyai, aku juga kangen." jawabku keluar dari hati terdalam, kerinduanku pada kasih sayang seorang ibu membuatku buta dan tidak tahu harus memperlakukannya seperti apa. Aku hanya ingin memilikinya, tidak mau kehilangan untuk ke dua kalinya walaupun caraku salah. Aku seperti singa muda yang diusir dari gerombolannya dan sekarang kembali untuk mengalahkan dan mengusir Singa tua yang sudah mengusirku dan merebut tempatnya sebagai raja rimba, termasuk mengawini ibu kandung yang pernah melahirkanku. Ya, inilah hukum rimba yang tercipta dalam kehidupan, sisi gelap yang indah.


"Kamu kangen aku, atau tubuhku?" goda Nyai Nur, tangannya meraba selangkanganku yang sudah bangkit dan siap memasuki tempat asal muasal diriku, tempat yang kulalui untuk melihat dunia. Tempat yang sangat indah, penuh dengan berbagai kenikmatan dunia yang sulit dilukiskan dengan kata kata.


"Semuanya, aku ingin memiliki Nyai seutuhnya. Tidak akan kubiarkan pria lain menyentuh Nyai." jawabku pasti, aku akan menutup rahasia ini rapat rapat. Nyai Nur tidak boleh tahu kalau aku adalah anak yang dibuangnya. Aku tidak mau kehilangan Ibu untuk kedua kalinya. Dia milikku, karena dia sudah melahirkanku dan aku lebih pantas memilikinya dari pada Kyai Amir atau pria lainnya.


"Ich, kontol kamu sudah ngaceng. Ingat, aku adalah Nyai Nur, istri dari Kyai Amir. Kamu hanya bisa menikmati tubuhku tanpa bisa memilikiku." jawab Nyai Nur memukul jiwaku, dia menghadapkanku pada sebuah tembok besar yang sangat sulit aku robohkan, tapi aku pasti bisa merobohkannya suatu saat nanti.


"Suatu saat aku akan membuktikan bisa memiliki Nyai Nur, saat itu akan segera tiba." jawabku marah, apapun caranya aku akan berusaha memiliki ibu kandungku sendiri, merebut hakku yang sudah dicampakkan oleh Kyai Amir.


"Kamu aneh, kenapa kamu berkata begitu?" kata Nyai Nur mendorongku, dia mundur menjauhiku dengan wajah heran dan terkejut. Matanya yang indah menatapku penuh selidik, namun aku merasa nyaman dengan tatapannya itu, aku tersenyum bahagia.


"Aku tahu Apa yang sudah dilakukan Kyai Amir ke Nyai, membiarkan setiap pria menikmati tubuh Nyai agar Kyai Amir bisa melihatnya dan mendapatkan kepuasaan, aku sudah tahu itu. Perbuatan Kyai Amir melanggar pasal 296 KUHP dan Pasal 506 KUHP tentang perbuatan cabul." jawabku tenang namun dipenuhi ancaman, gipa aku mulai menekan Nyai Nur untuk bisa memilikinya. Padahal Aku tidak tahu menahu tentang pasal dan KUHP yang asal aku comot dari perkataan Kang Jaja, dan beberapa pasal lain yang disebutkan Kang Jaja, aku hanya sempat mengingat yang dua tersebut. Dan kurasa itu lebih dari cukup, Nyai Nur pasti buta dengan hal tersebut.


"Da da ri mana kamu tahu hal itu, apa dari Nyai Jamilah ?" tanya Nyai Nur membuatku terkejut, sepertinya Nyai Jamilah mengetahui hal ini. Apa rahasia Kyai Amir dan Nyai Nur adalah rahasia umum yang berusaha dijaga rapat oleh semua penghuni pondok, dan Kyai Amir sengaja mempersilahkan menikmati tubuh Nyai Nur agar Ikut menjaga rahasia besar ini.


"Rahasia Nyai aman, kita nikmati malam ini berdua." jawabku memeluk Nyai Nur dan menciumi wajahnya yang cantik mempesona, bahkan aku merasa kecantikan Nyai Nur melebihi kecantikan wanita lainnya. Di mataku, Nyai Nur adalah wanita tercantik yang pernah ada. Bidadari yang diciptakan untuk melindungi ku, seumur hidupku.


Aku membelai pipi Nyai Nur yang halus, meraba bibirnya yang ranum mempesona, Nyai Nur hanya diam menatapku, membiarkan tanganku meraba setiap bagian wajahnya, wajah yang selalu kurindukan sepanjang hidupku, wajah yang baru bisa kulihat sekarang. Wajah Ibuku, perlahan aku menciumi wajahnya, menghirup aroma kulit wajahnya yang harum. Kuciumi semua bagiannya tanpa ada yang kulewati hingga akhirnya bibirku menyentuh bibirnya. Nyai Nur membalasnya dengan hangat, lidahnya menyusup masuk menyentuh lidahku. Kami berciuman lama, lidah kami saling bertautan. Bahkan aku berusaha menghisap air liur Nyai Nur, menelannya dengan penuh kerinduan air liur wanita yang sudah melahirkanku.


"Zak, kamu serius?" tanya Nyai Nur setelah kami hampir kehabisan nafas setelah berciuman sangat lama, ciuman terlama yang pernah kulakukan. Nyai Nur membiarkanku berusaha membuka jilbab yang dikenakannya. Aku ingin melihat wajahnya secara utuh, menciumi rambutnya yang harum.


"Tentang apa, Nyai?" tanyaku setelah berhasil melepaskan jilbabnya, aku membuka ikatan rambutnya hingga rambutnya yang panjang tergerai bebas. Sungguh indah, mengambil sebagian rambutnya dan menciuminya penuh kerinduan yang tidak akan pernah terpuaskan sampai kapanpun.


"Ingin memilikiku seutuhnya dan tidak akan membiarkan pria lain menyentuh tubuhku?" tanya Nyai Nur, dia menarik wajahku agar tepat di hadapannya. Kami saling berpandangan, mata Nyai Nur terlihat berkaca kaca, entah apa yang sedang dirasakannya.


"Aku serius, Nyai." jawabku pasti, aku membelai butiran air mata yang mulai membasahi pipinya yang halus, aku berjanji tidak akan pernah membiarkan air mata menodai pipinya. Aku mencium sisa sisa air mata di pipinya, aku tidak mau kehilangan ibuku lagi, tidak akan pernah.


Aku mulai membuka pakaian Nyai Nur dengan lembut, meloloskannya lewat kepala hingga menyisakan BH dan Celana Dalamnya, seindah inikah tubuh ibuku dan aku baru menyadarinya sekarang. Kulitnya sangat halus, tidak ada lemak yang mengganggu pandangan mata walau kulitnya tidak seputih Nyai Jamilah, tapi justru semakin menambah keindahan tubuh Nyai Nur, kesannya eksotik khas wanita Jawa dengan keayuannya.


Aku Segera membuka BH yang menghalangi pandanganku dari payudara Nyai Nur, payudara yang seharusnya memberiku kehidupan tapi telah direnggut paksa oleh Kyai Amir. Tuhan, payudara milikku terlihat jelas, aku merabanya lembut, merasakan tekstur kulitnya yang sangat halus. Perlahan aku menciumi semua bagian payudara Nyai Nur yang harum, inikah aroma payudara yang sudah direnggut paksa. Ini milikku dan harus tetap menjadi milikku hingga ajal memisahkan kami.


"Zaka, ochhhhh nikmat. Aku belum pernah diperlakukan seperti ini, kamu ochhhh....!" Nyai Nur mendesah lirih, tangannya membelai rambutku yang sedang asik menciumi payudara milikku, aku tidak akan pernah mau berbagi dengan siapapun dan kapanpun.


Lidahku yang kasar menjilati permukaan payudara Nyai Nur yang mulai mengendur, tapi di mataku justru membuatnya semakin indah. Kujilati setiap bagiannya tanpa ada yang terlihat hingga akhirnya aku berlabuh di puting payudaranya yang sudah mengeras, aku menghisapnya dengan lembut, mencari sisa sisa ASI yang mungkin tertinggal di dalamnya. Harapan yang sia sia, ASI Nyai Nur sudah terkuras habis oleh adik adikku yang beruntung bisa mendapatkan nya.


"Zaka, aku nggak kuat berdiri.!" seru Nyai Nur, kakinya melangkah mundur ke tepi ranjang sehingga payudaranya terlepas dari hisapanku. Aku tersenyum menatapnya bahagia.


Perlahan aku mendorong Nyai Nur rebah di ranjang besi yang dingin sedingin kehidupan sex Nyai Nur dan Kyai Amir, aku berjanji tidak akan membiarkannya ranjang ini tetap dingin. Suatu saat kelak, ranjang ini akan tetap hangat dengan kehadiranku. Aku berjanji Ibu, aku akan selalu ada di sampingmu, memelukmu dengan cinta.


"Kamu nakal, hihihi. Belum pernnah aku diperlakukan selembut ini, setiap pria menganggap tubuh seperti tubuh seorang pelacur." kata Nyai Nur, tatapannya begitu syahdu.


"Aku janji, akan memperlakukan Nyai dengan cara paling lembut." jawabku merangkak di atas tubuhnya, menjangkau payudara yang baru bisa aku nikmati sekarang. Lidahku kembali bergerak pelan menjilati payudara Nyai Nur, menikmati teksturnya yang halus. Ya Tuhan, ini milikku. Jangan Kau ambil lagi dariku. Doaku dalam hati, aku kembali menghisap puting payudaranya, menikmati sensasi yang selalu membuatku iri setiap kali melihat seorang bayi yang sedang menyusu pada Ibunya.


"Zaka, kamu nakal, ini payudara Kyai Amir..!" seru Nyai Nur membuatku jengkel, ini payudara milikku dan mulai saat ini hanya akulah pemiliknya. Kyai Amir telah merampasnya dariku, hakku untuk mendapatkannya kembali, tidak seharusnya Nyai Nur berkata begitu.


"Ini milikku Nyai dan akan tetap menjadi milikku, Kyai Amir sudah merampasnya dariku." gumamku dalam hati. Nyai Nur tidak boleh tahu aku adalah anaknya, aku tidak mau Nyai Nur meninggalkanku setelah tahu aku adalah anaknya.


"Hihihi, kenapa kamu menatapku seperti itu? Kamu belum membuka celana dalamku, aku kangen kontol kamu, Sayang.!" kata Nyai Nur membuatku tertawa masam, aku segera membuka celana dalamnya dan menaruhnya di atas ranjang dengan berhati hati, setidaknya celana dalam itu sudah berjasa pada ibuku.


Aku membenamkan wajahku di selangkangan Nyai Nur yang sudah terbuka lebar, perlahan aku membuka belahan memek Nyai Nur agar bisa melihat bagian dalamnya yang merah berkilat oleh lendir birahinya. Ya, dari lobang inilah aku lahir dan menghirup udara dunia, dari lobang inilalh aku keluar dan menghirup kebebasan yang membuatku menderita berkepanjangan.


"Zakkkkk, ennnnak...!_ seru Nyai Nur saat lidahku mulai menjilati memeknya, mengusap lendir birahinya yang terus menerus keluar dari memeknya. Memek terindah melebihi wanita manapun.


Ya, aku menjilati memk Nyai Nur, berlama lama menjilatinya seolah aku tidak akan pernah puas melakukannya. Setiap cairan lendir yang keluar langsung aku telah dengan lahap, memuaskan dahagaku selama puluhan tahun.


"Och, ampunnnn Zakkkkkaaa akkku nggak tahan, masukin kontol kamu, entot aku sepuasmu..!" Nyai Nur tidak bisa menahan gairahnya, dia menarik bajuku agar segera memasukkan kontolku ke dalam memeknya.


"Iya Nyai, aku akan ngentot Nyai sampai puas, berapa kali pun Nyai mau." jawabku segera membuka baju dan sarung serta celana dalamku dengan cepat, aku tidak mau terus menyiksa ibu kandungku yang sudah sangat terangsang.


"Buruan, Zakkk...!" seru Nyai Nur, matanya berbinar melihat kontolku yang akan segera memompa memeknya, memberinya sejuta kenikmatan dan kebahagian yang belum pernah didapatkannya dari suaminya Kyai Amir.


Nyai Nur menarik kontolku dan mengarahkannya yepaydi lobang memeknya yang sangat basah, pelan aku mendorongnya masuk hingga tidak ada lagi yang tersisa. Kontolku terbenam seutuhnya, terbenam di tempat yang sama saat aku dilahirkan dulu..


"Och Zakkkka, nikmat sekali. Aku ingin selamanya kamu menjadi milikku, penuhi janjimu untuk mendapatkan diriku seutuhnya dan selamanya." mata Nyai Nur terpejam menikmati kehadiran kontolku dalam jepitan memeknya yang hangat dan sempit.


"Aku pasti akan memenuhi janjiku Nyai, aku akan memilikimu seutuhnya." jawabku mulai menarik kontolku dan kembali menusuknya dengan lembut dan sangat berhati hati agar kenikmatan yang kudapatkan lebih maksimal.


"Oh, iya begitu sayang. Kita nikmati pelan pelan, ochhhh senikmat inikah diperlakukan dengan lembut.... Ochhhh terussss sayang, pelan pelan sajaaaa...!" Nyai Nur mengoceh tidak jelas, pinggulnya yang besar ikut bergoyang pelan. Saat kontol kutarik, pinggul Nyai Nur ikut terangkat.


"Ennak Nyai?" aku menatap Nyai Nur bahagia, ekspresi wajahnya yang sedang menikmati kehadiran kontolku terasa sangat fantastis melebihi wanita manapun.


"Banget, Sayang. Kamu yang terbaik." jawab Nyai Nur, dia tersenyum menatapku.


Setelah sekian lama, entah berapa menit aku mengayuh birahi, aku merasa hampir tidak mampu bertahan oleh rasa nikmat jepitan memek Nyai Nur yang terasa sangat berbeda dari biasanya.


"Zakaaaaa akuuu nggakkkk kuatttt.... Akku kelllur...." seruan Nyai Nur membuatku lega, setidaknya Nyai Nur sudah mencapai orgasmenya sehingga aku tidak perlu ragu untuk mengeluarkan pejuhku sekarang.


"Akku akuuu juga keluarrrrr...!" seruku histeris, tubuhku mengejang saat pejuhku tertumpah ke memek Nyai Nur, aku menarik nafas lega. Inilah pertama kali aku menumpahkan pejuh ke memek ibu kandungku, sedangkan yang sebelumnya aku tidak tahu Nyai Nur adalah ibu kandungku.


"Goyang lagi sayang, oooooohhhhh akku mau kelllluar lagi...!" seru Nyai Nur, dia menggoyangkan pinggulnya untuk mendapatkan kembali orgasme ke duanya.


Aku menuruti kemauannya, memompa memeknya kembali agar Ibu kandungku bisa mendapatkan orgasme ke duanya.


"Akkkkuuu kelllluar lagiiii..!" seru Nyai Nur histeris saat irgasme keduanya datang. Dia memelukku erat, lebih erat dari pada biasanya. Kami berpelukan menikmati sisa sisa orgasme kami.


"Zak, bawa aku pergi ke mana kamu suka..!" bisik Nyai Nur setelah badai orgasme kami reda, dia tetap memelukku bahkan melarangku beranjak dari atas tubuhnya.


"Suatu saat akh pasti akan membawa Nyai, aku janji." jawabku tersenyum bahagia. Kontolku masih tetap terbenam dalam jepitan memeknya.


"Sekarang Zak, aku tidak mau kehilangan anak yang sedang kukandung, ini anakmu. Aku ingin kita membesarkannya bersama." jawab Nyai Nur seperti suara petir di siang hari yang terik.



Apa aku tidak salah dengar, Nyai Nur sedang mengandung anakku sekaligus cucunya sendiri?????


Bersambung


Popular posts from this blog

Lendir Pesantren ( Part 3 )

Bokong Besar Mamaku Yang Menyejukan Jiwa ( Chapter 12 End )

Binalnya Istriku Dewi ( Part 35A )