Complicated
( Part 17 )
Subuh (esok hari)
Isti keluar kamar perlahan, belum ada tanda-tanda keramaian. Berjalan keluar ke halaman, dia melihat seorang pria dewasa, lalu mendekatinya.
“mau kemana Res?” tanya Isti yang tiba-tiba muncul didekat Nares yang berdiri didepan mobilnya.
“disuruh Bunda ke pasar! beli ini!.” Nares menunjukkan catatan kecil.
“Aku ikut!” Isti membuka pintu mobil lalu duduk di bangku sebelah penumpang.
Nares melongo melihat Isti ngeloyor masuk ke mobil tanpa persetujuannya, lalu dengan cepat dia masuk ke mobilnya.
Isti sangat paham mengenai Aji, saat di vila usai sholat subuh, pria itu akan melanjutkan tidur lagi, karena udara yang mendukung.Didalam mobil tidak ada pembicaraan, hanya diam.
Saat di pasar, Nares turun sendiri untuk membeli pesanan Bunda, sedangkan Isti menunggu diparkiran sambil menyantap beberapa gorengan dan teh hangat yang dia beli disekitar parkiran.
“mau teh?” tanya Isti melihat Nares berjalan ke arahnya dengan membawa tas yang berisi ikan dan sayuran.
“ga mbak, di rumah aja.” jawab Nares.
“Ya uda, kita pulang!”
Mereka tiba di rumah, namun banyak anggota keluarga yang masih tidur.Isti kembali ke kamarnya, dimana ada Vazco yang masih tertidur pulas.
***
Usai mandi Isti masih setia dikamar. Vazco sudah mulai rewel minta keluar kamar, karena terdengar beberapa suara anak kecil yang berteriak meramaikan rumah.
“Ibu, kapan buka pintunya?”
“Ntar lagi! Nunggu eyang Bunda yang panggil. Kuncinya dibawa eyang Bunda.”
Aji yang sengaja mondar-mandir didepan kamar mendengar ocehan Vazco.Pria itu menyandarkan telinga di daun pintu.
“Tapi Vazco mau keluar sekarang Bu, boleh ya Bu? ” Vazco mulai merengek,dia bersandar di daun pintu.
Aji mengetuk pintu”Vazco..ini ayah nak, buka pintunya ya!”
“Ayah disini? kata Ibu, Ayah kerja, seperti dulu lagi. Jadi Vaz yang harus jaga Ibu.” Ucap Vazco dengan sedikit berteriak.
Aji terdiam mendengar penuturan bocah dibalik pintu.Pria itu membayangkan arti kerja yang dimaksud Vazco adalah perpisahan. Aji menempelkan keningnya di daun pintu, dia terlihat tak berdaya.
Semalam dia susah sekali memulai tidur, biasanya dia tidur sambil memeluk tubuh hangat istrinya. Terlebih saat hamil, dia selalu mengusap perut buncitnya.
“Vaz, Ibu baik aja?”
“Ibu lagi ke kamar mandi, muntah..” teriak Vazco lagi.
‘kamu kenapa sich Dek? biasanya kamu ga pernah gini lho..’ Isti mengusap perutnya didepan wastafel. Yang dikeluarkan hanya cairan, hingga mulutnya terasa pahit.
Aji berlari mencari Bunda.
“Bun, Isti muntah-muntah” ucap Aji dengan wajah khawatir.
“Ga pa-pa, itu masih normal” jawab Bunda santai yang membaca majalah
“Tapi selama ini ga pernah muntah Bun, uda 4 bulan ga pernah muntah.Ayok Bun!” balas Aji dengan intonasi memaksa.
“Iya-iya, Bunda ke kamar Isti. Tapi Bunda ga mau ikut campur masalah kalian. Kalo kamu ga bisa bahagiakan dia, lebih baik dia mencari kebahagiaan dengan yang lain” jawab Bunda.
Hati Aji semakin perih mendengar ucapan Bunda.
‘tadi Vazco, sekarang Bunda’ jantung Aji rasanya uda ga ditempatnya, sudah hilang. Bunda didepan pintu Isti, mengetuk 3 kali.Aji berdiri tak jauh dari Bunda.
“Is, ayo makan nak!” pinta Bunda. Tak ada jawaban.Wanita itu membuka kunci, lalu pintu.Vazco dengan gembira menyelonong keluar lalu berteriak memanggil ‘Kakak’.
“Ayo Bun!” ajak Isti dengan wajah yang dingin tanpa senyum, tanpa ekspresi.Isti melirik dari sudut matanya, dia bisa melihat sosok Aji tak jauh dari Bunda.
Seluruh anggota keluarga yang dewasa telah duduk rapi di meja makan, menunggu Papa. Suasana yang biasanya ramai dengan celoteh dan canda tawa mendadak hilang. Mereka hanya diam, saling menatap yang satu dengan yang lain.
Berbeda dengan Isti, dia hanya menatap lurus taplak meja, tidak ada ekspresi. Mata Aji tak lepas dari wanita yang duduk disampingya, berharap dia mendapat tatapan, entah tatapan benci, tatapan marah, apapun dia terima.
‘Please, jangan diam…’ batin Aji dengan tatapan sendu.
Sarapan berjalan dengan keheningan, hanya terdengar suara denting sendok dan garpu. Tidak ada ucapan permintaan kecap, krupuk, sambal dan sebagainya.Jika mereka menginginkan sesuatu, mereka hanya menyikut sebelahnya dan menunjuk, tanpa suara.
“Isti uda selesai, Isti mau kekamar.” ucap Isti memecah keheningan, lalu dia beranjak dari duduknya.
Aji ikut berdiri, dan mengekori dari belakang.Yang lain menafas lega saat Isti meninggalkan ruang makan.
“tuh kan Bun, Angga bilang apa? Horor!” Angga memulai pembicaraan.
“tadi pagi aku semobil ama dia, beku!” lanjut Nares.
‘Horor bener’
‘mending Bunda yang marah’
‘lebih kejam dari Bunda’angkat tangan, damai’
“uda-uda, kalian lanjut ngapain gitu” ucap Bunda yang masih mendengar ocehan tentang menantunya.
Disisi lain Aji berjalan dibelakang Isti, sebenarnya dia hendak mencekal tangan istrinya.Namun dia tak mau ada keributan di vila ini walaupun sudah menjadi pembicaraan keluarganya. Lain halnya jika dirumahnya sendiri, mungkin pria itu akan menariknya dengan paksa, dan berbicara.
Aji memanggil dengan segala panggilan sayang, tapi Isti mengabaikannya. Aji hanya mendengus pasrah saat Isti menutup pintu dan mengunci lagi.Pria itu berjalan kembali ke ruang makan, di sana masih ada para orang tua.
Seluruhnya menatap Aji dengan tatapan tanda tanya, pria itu hanya menggelengkan kepalanya, pertanda bendera perang masih berkibar.Hampir semuanya menarik nafas panjang, seolah ikut merasakan masalah yang dihadapi mereka.
10.00
Isti membuka matanya, dia tertidur usai sarapan tadi. Dia pun merasa bosan tinggal dikamar sendiri.Dia menarik pakaian yang dia inginkan, dan menggantinya.Dengan santai dia berjalan keluar kamar. Wanita itu tak melihat manusia dewasa, yang dia temui hanya wanita dan pria paruh baya.
“Mau kemana Isti?” tanya papa.
“Ke kolam Pa” jawab Isti singkat.Anak-anak berkumpul bermain dikolam renang kecil, sedangkan para manusia dewasa bersendau gurau di sekitar kolam yang dalamnya 2,25 M.
Ada Abimana, Aksa dan Amar terlihat mondar-mandir melintasi kolam.
Beberapa di antara mereka dalam sekejap menghentikan ucapan dan candaan.Spontan manusia yang berlawanan arah menoleh ke belakang, termasuk Aji yang telanjang dada.
“Aku congkel matanya ya!” Aji berucap dengan pandangan merata pada sepupu prianya yang melihat Isti dengan melongo.
Mereka yang melihat Isti pun mengalihkan pandangan setelah mendapat gertakan sang pemilik.Isti yang menggunakan legging hitam sebatas lutut dan tanktop hitam berjalan santai tanpa alas kaki, warna kulitnya yang bersih terlihat kontras.
Lekuk tubuhnya tercetak jelas, perutnya yang mulai membuncit, payudara dan pantat tampak lebih berisi. Dia tau Aji sangat membenci jika dia menggunakan baju yang minim.Pria itu berdiri hendak menghampiri istrinya.
“Oh GOD!” teriak Aji sedikit membungkuk dan mengelus dadanya saat melihat Isti secara tiba-tiba turun dan langsung berenang.
Sepupu Aji pun ikut ternganga melihat aksi itu.
Sudah 30 menit Isti mondar-mandir di kolam itu.Aji tampak kuatir, karena wanita itu tidak istirahat sama sekali.Matanya tak beralih dari Isti.
“Love..uda donk, ini dingin sayang.” ucap Aji saat Isti tak jauh dari posisinya yang ada di tepi kolam.
Namun wanita itu tak menggubris, dia lanjut lagi menyebrangi kolam itu.Tak sabar, Aji berteriak.
“ISTI LOVENZA! KAMU HAMIL!”Jika pria itu sudah memanggil dengan nama lengkapnya, pertanda situasi sangat serius, tidak bisa ditawar lagi.
Isti yang mendengar menyelesaikan 1 lintasan lagi.Wanita itu naik ke daratan, berjalan mendekati Aji.
“Berisik Aji!” bisiknya ditelinga Aji dan berlalu.Jantung Aji kembali rontok, dia terdiam, tidak ada lagi embel-embel panggilan ‘Mas’ untuknya.
‘Segitu besarkah kesalahan ku?’ batin Aji lagi.
Lagi-lagi Isti menyendiri dan mengurung diri dikamar.Mengenai Vazco, dia sudah mempercayakan kepada cuteng, selain itu ada Bunda dan saudara yang lain.
Makan siang berlalu dengan keheningan lagi.Para saudara segera mengabari Aline yang beberapa jam akan datang ke vila mengenai kondisi yang kurang kondusif.
Jangan sampai Aline yang cantik dan anggun menambah situasi makin gawat.Seperti diketahui, Aline dengan fisik sempurna, namun untuk hal tertentu wanita itu kurang peka terhadap situasi.
Makan malam Aline sudah berada di meja makan yang sama dengan saudara yang lain.Dia ikut merasakan kekakuan dan keheningan, kondisi ini baru pertama kalinya mereka alami, dan ini akibat ulah pemilik vila, Aji Laksono.
Usai makan malam pun Isti kembali lagi ke kamar.Setelah punggung wanita itu tak terlihat, para sepupu saling melihat.
“Bener-bener mencekam” ucap Aline lirih.
“gara-gara dia tuh” Aksa menunjuk Aji yang bermuka masam dan kusut.
“uda donk…kasian dia” bela Arta.
“Isti juga kasian! mana hamil gitu, kalian pria ga ngerti rasanya kalo PMS, ga ngerti rasanya pengen ngamuk tapi ga bisa.Bawa anak, tubuh melar.” Linda istri Arta menyerocos membela Isti.
“Iya sayang, iya. Jangan ngambek ya…aku ga mau kita musuhan seperti mereka.” Arta mencium pelipis istrinya.
“Malam ini kita ngapain?” Tanya Abimana.
“Lin, ga bawa bokep?!” Tanya Reno partner Amira.
“Walaupun aku bawa, aku ga mau. Horor! Aku mau masuk kamar aja. Ayo Pi!” Pinta Aline ke Nares.
“Hmmmmm…ya sudah, aku ke kamar juga!” Ucap Amira menggandeng Reno.
Mereka masuk ke kamar masing-masing.Tinggal Aji sendiri yang duduk termenung di depan TV.
Danu datang menghampiri Aji.
“Aji.” Panggil Danu.
“Iya Om?” Tanya Aji.
“Kamu tahu kesalahan kamu?”
“Kayaknya sich tau, tapi gimana mau konfirmasi kalo dia seperti ini.” Aji berucap dengan putus asa.
“Apapun yang terjadi, jangan ada kekerasan.” Pesan Danu kepada ponakannya yang dulu hobi sekali berkelahi.
“Kami bukannya tidak mau membantu, tapi ini ruang kalian, kami tidak boleh masuk, walaupun memang kondisinya mempengaruhi ke semua.” Danu menambahkan.
Aji hanya mengangguk kepalanya.Danu meninggalkan Aji seorang diri.Aji yang berdiam diri ditemani TV yang menyala, entah apa acaranya.
Seluruh tubuhnya hanya terfokus pada Isti.Dia menatap ponsel yang ada didepannya, berharap ada suatu pesan, panggilan atau apapun dari wanita yang mengunci diri dikamar.
Tengah Malam
Suara pesan masuk, ada nama yang dinanti Aji.
sudah tidur? Dengan cepat Aji membalas. Ada binar gembira dimata Aji.
Belum sayang
Pesan masuk lagi
Aku mau kita bicara. SEKARANG! Masuk aja, pintunya ga dikunci.Aji membalas dengan jantung yang berdetak, entah apa yang akan diucapkan istrinya.
Iya
Dengan segera Aji menuju ke kamarnya yang dimaksud.Pria itu membuka pintu perlahan, terlihat kamar dengan penerangan yang minim, hanya lampu tidur yang menyala
Wanita itu berdiri didekat jendela menatap luar, memunggungi Aji. Aji hanay bisa melihat siluet istrinya.Aji menghampiri dan ingin sekali memeluk dan menikmati aroma tubuhnya yang dia rindukan.Dia tersiksa selama 2 malam ini.
“Disitu aja, jangan mendekat lagi!” ucap Isti.Dengan kaku Aji menghentikan langkahnya, dia hanya bisa menatap bagian belakang istrinya.
“aku mau bicara, dan jangan potong pembicaraanku!” tukas Isti dengan tegas.
“Ok” jawab Aji dengan suasana hati yang tak karuan, perasaanya tak enak.
“Aku minta maaf belum bisa menjadi istri yang sempurna untuk rumah tangga kita.
Aku minta maaf mungkin banyak sifatku yang kekanakan dan manja.Aku minta maaf perhatianku kadang terbagi antara rumah tangga dan profesiku.”Isti terdiam, Aji menggelengkan kepala.
‘No Love…you are my best’ batin Aji.
Isti melanjutkan,”Terima kasih uda memberikan kesempatan Isti merasakan cinta.Terima kasih uda menerima Isti dan Vazco selama ini.Terima kasih untuk waktu dan perhatian yang uda diberikan untuk kami” Wanita itu kembali terdiam, hanya terdengar deru nafas mereka.
Isti melanjutkan lagi, “Aku pernah menyampaikan, Aku menjalani hubungan ini atas dasar kepercayaan, dan aku berusaha membangun kepercayaan yang sempat roboh. Jika rasa percaya itu sudah tidak ada, maka hubungan ini pun berakhir.Aku lelah …… Maaf, aku sudah tidak bisa menahan ini semua,…… ”
“Jangan Love” ucap Aji lirih namun Isti bisa mendengarnya.
“Malam ini aku mau bilang……….”
“Please….” Aji berbisik
Perlahan Isti berbalik, lalu berjalan, medekati Aji yang menunduk.Tenggorokan Aji mendadak kering dan tercekat.
“Jangan Sayang” bisik Aji.
Isti berjinjit.
“Happy Anniversary” bisik Isti di telinga Aji.9
“Hm?” perlahan Aji mengangkat wajahnya dan menatap wajah Isti yang sedang tersenyum tipis.
“Happy Anniversary …tanggal ini, tepat setahun yang lalu ki_” Aji meraup bibir Isti dan memotong pembicaraan, membungkam bibir istrinya dengan lumatan yang memburu.
Dia menumpahkan segala emosi dengan menyerang Isti dengan lumatan.Isti menangkup rahang prianya dan mengusap lembut.Wanita itu juga merindukan suaminya.
Hanya suara cecapan yang terdengar dalam kamar yang remang ini.Isti merasakan ada sesuatu yang basah dipipi suaminya, dia menarik diri.
“Mas ..kamu nangis?!” tanya Isti melihat wajah suaminya.
Hati Aji sangat berbunga senang kala panggilan ‘Mas’ itu kembali keluar dari mulut istrinya.
Dia tak peduli di cap lelaki cengeng, hari ini dia tak bisa marah ke istrinya yang sudah mendiamkan sejak kemarin malam, memainkan perasaanya seperti roller coaster.
“Iya karena kamu” Aji mengecup lelehan airmata masih keluar dari sudut matanya.
“Kamu buat aku gila” dia mengecup lagi
“Kamu buat aku jantungan” dia mengecup lagi
“kamu buat aku ga karuan” dia melumat dan tak melepaskan bibirnya dari wanita yang ada didepannya, tangannya meraba dan mengusap tak karuan menyusuri setiap inci tubuh Isti.
Perlahan tapi pasti, Aji menggiring istrinya yang masih dalam pelukan dan lumatannya ke ranjang.
Isti menarik diri.
“Uda!bibirku bengkak! ga enak kalo diliat ama yang lain” Isti berucap dengan ketus, dia masih jengkel dengan foto yang kemarin, lalu dia merangkak dan menempati porsi ranjangnya.
Aji pun menyusul berbaring disampingnya.Isti merebahkan kepalanya di dada suaminya.
“Uda ga ngambek lagi kan?” ucap Aji.
“Walau kita uda berciuman, tapi aku masih jengkel, dan jangan sampai aku ngeliat foto-foto macam itu lagi. Besok kalo reuni lagi aku harus ikut. Kalo ketemu sama rekan bisnis, aku juga ikut. Biar mereka tahu kalo kamu uda punya bini, apalagi wanita-wanita yang disekitarmu. Mas kan uda banyak property, ngapain buka jaringan bisnis baru lagi? katanya Manajer!” Isti menyerocos, Aji tampak senang mendengar ocehan istrinya.
“Sayang..” hati Isti berdesir saat ucapan itu muncul dari mulut suaminya.
“Walaupun uda dijadikan direktur atau kepala cabang, tapi strukturnya tetap aja jongos perusahaan. Hasil property dan saham kan milik usaha kita sendiri.” imbuh Aji.
“Aku masih jengkel. Yang lebih aku jengkel lagi, Mas janjinya pulang jam 7, tapi apa? Jam brp sampe rumah? Jangan bohong!” Ucap Isti dengan nada ketus.
Aji senang tak karuan, walaupun mendengar ocehan pedas dari istrinya, hal ini lebih baik daripada didiamkan.
“Iya maaf, sampe rumah jam 8, hampir jam setengah 9.”
“Kamu mesti gitu Mas! Kalo ngomong bisnis, kerjaan, selalu lupa waktu.”
“Iya maaf.” Hanya ucapan itu yang bisa dilontarkan Aji.
Mereka terdiam beberapa menit, Aji tak bosan mencium puncak kepala istrinya.
“Kamu bikin aku jantungan!” Ucap Aji
“Kenapa?” Tanya Isti yang jarinya menari didada Aji.
“Waktu aku baca notes”
Waktu Vazco bilang ‘kata ibu, ayah mau kerja lagi’
Waktu Bunda bilang ‘biar Isti mencari kebahagiaan dengan yang lain’
Waktu kamu turun ke kolam, kan kamu hamil sayang….” Aji mengusap perut Isti.
“Waktu kamu panggil ‘Aji’ tanpa ‘Mas'”
“Waktu tadi ….aduh rasanya itu, entahlah”
“Sekarang?” Tanya Isti.
“Setiap ada di sampingmu, jantungku berdebar kencang, bahagia. Bukan yang tadi, ketakutan.”
“Takut apa?”
“Aku takut kamu ninggalin aku lagi. Lebih baik aku mati.”
“Gombal!” Isti mencium dada Aji, dia senang mendengar ucapan suaminya.
“Terserah kalo ga percaya! Tadi katanya lelah manahan semua ini, lelah kenapa?” tanya Aji.
“Lelah nahan kangen, pengen peluk. Cuma ngingetin, jaga kepercayaanku ya Mas” pinta Isti mendongak melihat wajah suaminya, dan Aji mengangguk.
“Ngambeknya jangan kayak gitu lagi ya! Ngeri!” ucap Aji mencium kening Isti disusul kekehan istrinya.
“Mas…”
“Hm ..”
“Kangen” Isti makin dalam menyembunyikan wajahnya didada Aji.
“Aku lebih kangen. Tega banget kamu ngerjain aku! Gemes!” Aji merapatkan pelukannya dan tersenyum
“Tapi aku masih sebel.” Balas Isti dengan cemberut, sontak senyum Aji memudar.
“Iya, maaf.” Bisik Aji.
“Mas…”
“Hm…”
“Ga tidur?” tanya Isti
“Nanti! Masih pengen peluk.” Isti tersenyum lagi.
Isti mencium ceruk leher Aji , sekejap tubuh Aji menegang.
“Mas…”
“Hm ….” suara Aji lebih berat menahan hasrat.
“Mas….”
“Apa?”
“Itu….Anu…..”
“Hm?” Aji menaikkan alisnya.
“Adek pengen ketemu Ucil” Isti berbisik lirih.
Kehamilannya membuat gairah seksual Isti bertambah.
Aji menampakkan senyum kemenangan.Isti yang mengetahui senyum nakalnya, mengusap kasar wajah Aji, dan berhasil membuat Aji terkejut.
“Wajahnya ga usah gitu! Bukan aku yang pengen, tapi Adek!” Ucap Isti ketus dengan bibir manyunnya. ‘Gengsi tetap tinggi ya Bu…’ batin Aji menahan senyum.
“Tapi kamu masih sebel, aku takut kalo_”
“Uda ga sebel! Uda di maafin! Buruan!” Perintah Isti dengan nada manja, karena Aji masih berbaring santai disampingnya.
“Baiklah Baginda Ratu, Adek, siap-siaplah ketemu kak Ucil ya.”
Aji bangkit dari baringnya, dan kini dia sudah di atas Isti.Pria itu menghipnotis dengan cumbuan dan sentuhannya sambil melepas seluruh penutup tubuhnya.
Isti merasakan setiap cumbuan dan sentuhan suaminya membuatnya geli dan nikmat.Mereka bercinta dengan penuh kasih. Aji membuat Isti mendesah nikmat, dia mendapatkan kenikmatan dari jari dan lidah suaminya di intimnya sebelum ketemu Ucil.
Aji masih menjilati cairan yang mengalir makin deras dari lubang nikmat istrinya, Isti meremas dan menekan kepala suaminya saat lidah Aji makin kecupan dibawahnya, terlebih lidahnya yang memainkan klitorisnya.
Aji mengoda Isti dengan menggesekkan ujung miliknya di permukaan liang surganya yang sudah basah dan licin.
“Maaaassss..” Isti merengek manja.
Aji makin gemas mendengar rengekan manja istrinya hingga dia tak sabar dan akhirnya Ucil berhasil masuk ke microwife.
“Apa ini yang kamu mau?” Tanya Aji sambil menggoyangkan pinggulnya.
Isti mengangguk malu.
Aji mengulum putingnya sambil terus bergoyang.Isti ikut bergerak mengikuti ritme goyangan Aji.Pria itu menghentakkan pinggulnya dengan perlahan.
Isti meremas lembut rambut Aji sambil berbisik desahan dan erangannya ditelinga Aji, membuat si pria makin liar. Hingga mereka kelelahan setelah mencapai puncak kenikmatan bersama.
***
Esok pagi.
Pasangan yang baru akur itu keluar kamar, mereka memberikan senyuman ke seluruh manusia dewasa duduk di depan TV.
“Kan, aku bilang apa? Uda akur. Soalnya sofa ini kosong.” Ucap Abimana.
“Kirimin no rekening ke wa aku.
Yang uda nikah punya anak, 4 juta.
Nikah belum punya anak, 2 juta.
Belum nikah usia 27 ke atas, 1 juta. Jomblo, usia diatas 17 tahun, 500ribu. Dan jangan bahas kemarin lagi! kalo masih bahas, cancel semuanya!”
Sorak sorai riuh terdengar di ruangan itu, sontak mereka mengambil ponselnya masing-masing dan menunduk menuliskan no rekening.
“Ya elah, aku cuma dapat 1 juta?” tanya Angga yang duda.
“Status nikah?” balas Aji.
“Belum lagi” jawab Angga meringis.
“Ya uda! atau dimasukkan kriteria Jomblo?” sahut Isti.
“Astaga, malah ngenes!” ucap Angga dengan wajah masam.
“Is…besok marah lagi boleh deh, aku rela didiemin.” Ucap Arta yang punya 3 anak laki-laki.
“Cancel nich?!” Ancam Aji.
“JANGAN!” Ucap yang lain serentak.
Adrian yang disebelah kanan Arta menyikut Arta.Arya yang dibelakang Arta menoyor kepala Arta.Linda, selaku istrinya yang berada disamping kiri mencubit paha Arta.Semuanya Arta terima secara bersamaan, dia hanya bisa meringis.
Selang 15 menit.
“Uda semua ya….” Ucap Aji yang duduk disebelah Isti memberikan ponsel ke Istrinya lalu mencium pelipisnya.
“Dalam rangka apa nich?” Tanya Angga.
“Ih kak Angga, jangan dibahas, ntar di cancel!” Ucap Aline.
“Kan uda masuk duitnya, ga bisa di cancel.” Balas Angga.
“Ga di cancel, tapi berikutnya kamu ga di ajak ke sini.” Sahut Amira.
“Terus Bunda buat group lagi, tapi kamu ga dimasukkan.” Abimana mengompori.
“Dalam rangka anniversary kita, dan perayaan Aji junior, minta doanya supaya sehat terus.” Aji mengusap lembut perut Isti.
“O….kirain perayaan akur.” Sahut Adrian.
“Jadi kemarin nge prank?” Tanya Aksa.
“Ga! emang sebel kok!” Sahut Isti.
“Iya, tapi uda dimaafin kan?” balas Aji lembut dan tatapan hangat.
“Iya, tapi ingat janjinya lho Mas!”
“Iya Love…ingat kok.”
“Janji apaan?” Tanya Adila kepo.
“Kalo lagi ngumpul, no ponsel.” Jawab Isti.
“Nah kalo saham turun gimana?” tanya Angga
“Bodo amat!” Isti membalas ketus.
“Orang kaya gitu ya….ga peduli rugi.” Ucap Liza.
‘tapi jantungku ilang’ batin Aji.
“Ji, harusnya tadi kamu ga usah transfer aku, kamu mainkan di saham aja. Kan bisa ya sejuta?” Angga yang duda merengek.
“Ga mau, atur aja sendiri, ntar kalo harga turun, rugi, kak Angga nyalahin aku. Males!” Tolak Aji.
Suasana sarapan kembali semula, riuh dengan ocehan permintaan sambal, kerupuk, melempar remahan kerupuk dan lainnya.Mereka terlihat baik dan sopan HANYA di mata relasi bisnis ataupun rekan kerjanya.
Namun hal itu seketika hilang dan sirna saat mereka berkumpul dengan keluarga seperti ini.Mereka sangat berisik walaupun saat makan, saling mengejek dengan candaan.Padahal saling menyahut dan menyindir selalu ditemui kala mereka bersama, entah kenapa hal itu tidak bisa dihentikan barang sejenak.
Bagi yang baru saja berkumpul dengan mereka, akan terkejut dan menilai keluarga ini sangat kampungan, tidak mengenal table manner dan sopan santun.Tapi disinilah mereka bisa menjadi dirinya sendiri.
“Ayah!” Teriak Vazco sambil berlari ke arah Aji yang sedang duduk di depan TV bersama yang lain.
“Vazco uda maem?” Tanya Aji mengangkat Vazco ke pangkuan.
“Sudah, di taman sama kakak semua. Adek uda maem?” Vazco menunjuk perut ibunya.
“Sudah donk!” Aji mencium pipi Vazco.
“Yah, jalan-jalan” Vazco merengek yang menyandarkan kepalanya di dada Aji.
“Vazco pengen kemana?”
“Mau liat air terjun.”
“Vazco tau air terjun dari mana?” Tanya Isti yang mengunyah kudapan.
“Kata kakak.” Sahut Vazco polos, bocah itu memang susah mengingat nama ponakan Aji yang seluruhnya laki-laki.
“Lalu?” Tanya Aji
“Kakak mau liat air terjun, Vazco juga mau.” Jawab si bocah. ‘ini pasti akal-akalan anak Arta, secara mereka yang paling tua.’batin Aji.
“Ya uda, ayok berangkat!” Aji menurunkan Vazco, lalu menggandeng menuju kamar.
“Love, kamu ikut ya? Ntar kalo ga kuat, aku gendong.” Tambah Aji.
“Lebay deh!” Isti mencibir meninggalkan suaminya, namun Aji mengekorinya.
“Mau kemana?” Tanya Amar.
“Air terjun” balas Aji berhenti berjalan dan membalas pertanyaan.
“Ikut!” serempak semua teriak.
“Tapi bayar sendiri ya, ongkos masuk dan makannya.” Ucap Aji.
“Jangan pelit!” Ucap Danu.
“Om, mereka tadi uda dapat jatah, masak sekarang Aji lagi!”
“Kok Om belum?”
“Om uda tajir, tadi cuma receh Om, ga terasa di rekening Om.” Balas Aji.
“Vazco kan butuh anak-anak aku untuk teman main.” celetuk Arta.
“Sama anak aku juga. Kan sepantaran.” Sahut Amira.
“Kalo pulang biasanya Vazco sama anakku” Aline tak mau kalah.
“Penjilat! Pemeras!” Aji mengenal betul para sepupunya, mereka tau Aji sedang bahagia, maka dia tak mempermasalahkan berapapun duit yang keluar dari dompetnya.
“Buruan siap-siap!” pinta AjiMereka pun bersorak dan berlari ke kamar masing-masing untuk prepare.
***
Pukul 13.00 mereka kembali ke Vila, kecuali Nares dan Aline, mereka masih ingin jalan-jalan ke wisata lainnya.
Manusia paruh baya menyambut kedatangan mereka, terutama Bunda.Senyumnya terus mengurai, karena sejak kemarin tegang.Aji berjalan paling belakang sambil membawa tas bekal.
“Awas kamu buat ulah lagi! Ga usah ke vila!” Ancam Bunda saat Aji melintas didepannya.
“Iya Bunda.” Aji tak membantah.’perasaan vila ini punyaku, yang renovasi juga aku, kok aku ga boleh datang?!’ batin Aji sambil berlalu.
Isti dan Aji menuju meja makan, Isti menikmati kolak hangat sedangkan Aji menikmati tahu goreng dengan sambal.Mereka duduk bersebelahan, Aji berada di samping kiri Isti.
“Kamu makan apa?” tanya Aji kepada istrinya.
“Kolak, Mas mau?” tanya Isti menawarkan dengan mengarahkan sendok yang berisi kolak ke arah Aji. Pria itu menerima suapan dari istrinya.
Tak lama, Angga datang duduk diseberang Aji.
“Kapan-kapan aku di ajak ke Kalimantan donk! Ntar aku minta cuti.” ucap Angga sambil menggigit pisang goreng lalu menuangkan teh hangat di cangkirnya.
“iya, ntar kalo ada kesempatan kesana lagi. Mungkin bulan depan. Emang mau ngapain?” Isti mendadak sebal mendengar Aji membicarakan tentang bisnis atau pekerjaannya.
Tangan kiri Isti yang semula diatas meja, turun ke meja.Dia mengusap paha Aji, sontak Aji terkejut dan menarik nafasnya, dan melepaskan nafas secara perlahan.Dia menoleh ke istrinya, namun wanita itu tetap menikmati kolak berpura-pura tak paham bahwa ada yang menatapnya.Isti tetap menunduk dan menahan senyum.
“Ya pengen liat, kira-kira bisnis apa yang bisa kita lakuin di sana. Ada saran?” ucap Angga yang menikmati pisang goreng.
Aji merasakan serangan dari tangan Isti semakin jadi, yang terus mengusap lembut paha hingga ke pangkalnya, sangat dekat dengan posisi Ucil. Sekejap tahu yang dinikmati sedari tadi saat ini tak jelas rasanya.
Selain itu pertanyaan dari sepupunya ingin mendapatkan jawaban.Pria itu menggelengkan kepalanya sambil menikmati usapan istrinya yang semakin menggoda.
Sebenarnya pria itu ingin menghentikan tangan Isti yang menari di pahanya.Namun tangan kanannya berminyak karena tahu goreng, sedangkan tangan kirinya terkena sambal.
“Kenapa Ji? ga ada saran?” tanya Angga yang melihat Aji menggelengkan kepala.
“Eh? Hm?” balas Aji dengan gugup, dia menggoyangkan kaki yang mendapat usapan manja dari istrinya, mengalihkan rasa hasrat yang mulai timbul.
“Sarannya bisnis apa di Kalimantan?” tanya Angga lagi.
“A-aku..” sekejap tangan Isti meremas intim Aji yang sudah mengeras.
“OH GOD!” Aji berucap lantang diluar kontrolnya.
“Kenapa Ji?” tanya Angga yang terkejut mendengar ucapan Aji yang nadanya agak tinggi dari sebelumnya.
Aji kebingungan menjawab apa, ga mungkin jawab jujur kan? bisa-bisa duda itu pengen juga.
“Bentar, ada yang penting. Bonus buat penjaga. Ayo sayang!” Aji berdiri mengambil tisu didepan Isti dan membersihkan minyak di tangannya.
Aji mencuci tangan di wastafel lalu kembali ke meja makan dan menarik tangan Isti yang sejak tadi menggodanya dalam diam.
“You make it On Love” Bisik Aji yang menggandeng Isti menuju kamarnya.Isti tersenyum mendengar ucapan Aji, dia berhasil menggoda suaminya.
“Salah sapa ngomong kerjaan didepanku?” balas Isti santai.
Mereka telah memasuki kamar.”Kamu harus tanggung jawab uda buat Ucil bangun.” Aji mengeluarkan Ucil dari kurungannya yang mulai sempit.
“Sini aku usap Ucilnya, biar cepet bobok.” tantang Isti menghadap Aji yang memperlihatkan miliknya yang berurat sudah berdiri tegak. Aji semakin gemas mendengar godaan dari Isti.
“Kamar mandi!” Aji membalik tubuh Isti dan memeluk dari belakang sambil menuntun ke kamar mandi.
“Mas ..Ucil nakal! nusuk-nusuk!” Isti berucap manja dan makin menggoda.
“Kamu yang nakal!” Aji menggigit telinga.
Mereka bercinta di kamar mandi, tak puas di kamar mandi, Aji memuaskan Isti di ranjang.
Usai makan malam seperti biasa, mereka melanjutkan berkumpul, kali ini didepan TV.Aji duduk berjongkok dihadapan Isti sambil menciumi perut Isti, tangannya melingkar di pinggang istrinya.
Jari-jari Isti menyisir kasar rambut tebal suami yang ada didepannya. Nares datang lalu menghempaskan tubuhnya secara kasar di sofa,”Akhirnya aku bisa merasakan kenyamanan.”
“Abis ngapain?” tanya Abimana.
“kayak ga tau Aline aja! Pasar!” balas Nares. Aline masuk ruangan sambil menenteng tas belanja yang berisi berbagai macam kuliner dan minuman.
“Lho Pi, susu sama yoghurt nya mana?!” ucap Aline
“Di mobil.” jawab Nares singkat.
“Ambil Pi! Itu buat anak-anak.”
“kirain kamu yang bawa, kan aku uda bawa sekarung sayuran.”
“Itu berat Pi!”
Tak membantah, Nares bangkit dari Sofa yang baru didudukinya.
“Dasar Bucin!” ucap Aji melihat sekilas kepergian Nares.
‘apa?’
‘ada kaca?’
‘emang dia gimana?’
‘bucin teriak bucin’
‘sesama bucin dilarang saling menghujat’
Masih banyak ocehan lainnya yang tertuju untuk Aji, Isti hanya tertawa kecil.
“Ngapain ketawa?” Aji mendongak melihat wajah Isti.
“Mas ngejek orang, tapi Mas sendiri seperti itu. Ngatain diri sendiri.” jawab Isti.
“Emang aku Bucin? aku LEBIH dari Bucin. Kamu bisa hidup tanpa aku, tapi aku ga bisa hidup tanpa kamu. Mati!”
“iya sayang, iya” Isti malas membantah bualan suaminya yang terlihat serius.
Usia kehamilan Isti sudah memasuki bulan ke 5.
Isti tak mengidam makanan yang aneh-aneh, hanya saja si suami sangat kewalahan dengan mood swing yang di alami istrinya. Dan hal ini sangat berpengaruh ke urusan Ucil dan Microwife.
Semalam Aji pulang jam 20.00 untuk mengunjungi kantor baru, dia di promosikan menjadi Wakil Kepala Cabang di kota sebelah. Sebenarnya malam itu jadwal Ucil melihat Adek, tapi melihat Isti yang sudah terlelap, Aji tak tega mengganggunya.
Sabtu pagi ini mereka duduk bersama didepan sofa sambil menemani Vazco bermain lego.
“Mas, pengen makan mie goreng instant” Isti merengek.
“Ok, aku bilang ke Bu Mimin” Aji berdiri.
“Mas sayang ga sich sama aku?” Isti membalas dengan ketus dengan wajah yang cemberut.
“Sayang donk. Jadi pengen aku yang buatin? OK! tunggu ya…”
“Aku sebel sama kamu!” sahut Isti
‘duh Gusti, apalagi ini?!’ Aji berteriak dalam hati.Saat ini Aji sangat ketakutan dengan kata ‘aku sebel sama kamu’.
“Adinda Putri, maunya gimana?” Aji berusaha tak emosi.
“Mas tau ga sich, kalo mie instan ga terlalu baik?”
“iya tau” jawab Aji singkat.
“tapi Mas kenapa mau buatin? Mas ga kasian sama Adek?”
“Tadi katanya minta mie goreng, kata Bunda, segala keinginan orang hamil harus dituruti.” jawab Aji dengan bingung.
“jadi maunya gimana sayangku?” lanjut Aji bertanya dengan takut-takut. ‘bisa-bisa Ucil puasa lagi kalo salah langkah’ batin Aji.
“harusnya Mas larang aku makan itu, ngebujuk aku makan lainnya, Ih…aku sebel sama kamu!” Mata Isti mulai berkaca-kaca.
‘Ya Allah, ini sampai kapan ya?’ batin Aji.
“Iya maaf, aku ga ngerti kalo kamu maunya gitu, sekarang pengen apa? kita jalan-jalan ya..masih jam 11, atau ke Bunda?” tanya Aji mendekati Isti.
“Ga usah, uda ga pengen apa-apa. Aku bobok aja!” Isti meninggalkan Aji dan Vazco.’bilang aja kalo pengen dibujuk rayu! digombalin!’ batin Aji setelah melihat istrinya berlalu.
Beberapa jam kemudian.
Isti terasa lapar, dia merasakan pelukan hangat dari lengan kekar suaminya.Perlahan Isti melepaskan diri dari pelukan suaminya, dia takut menggangu tidur suaminya.
“Mau kemana Love?” tanya Aji dengan suara parau.
“Laper Mas, Ayok bangun, temani maem” Isti menatap hangat Aji seolah tak terjadi apa-apa.Aji sangat lega saat istrinya sudah merengek manja lagi.
“Ayok!” Balas Aji.
“Tapi aku pengen pepes Umi.”
“Umi nya Rio?” Tanya Aji.
“Iya, lagian sejak aku balik ke sini, aku belum ke Umik. Boleh ya Mas?” Isti merayu suaminya.
“Iya, tapi kamu sekarang maem dulu. Bentar aku telpon Rio”
Isti menganggukkan kepalanya dan berlalu ke dapur.Setelah konfirmasi mengenai ‘pepes’ ke Rio, mereka pun bersiap diri.
Bersambung